Chapter 19

3.3K 304 84
                                        

"OH NO NO NO. JANGAN LEPASKAN ITU BO-"

"GOAAAAAAAAL!!!!"

3 minggu berlalu sejak Calum di rawat di Rumah Sakit. Selama itu pula, ia di rawat dan menghabiskan waktunya yang membosankan disana. Baru beberapa jam yang lalu, Luke menjemputnya untuk pulang ke rumah, dimana Vally dan Eii sudah menunggu mereka disana. Iyaaa, hanya Eii dan Vally, karena Ashton ada jam mengajar di tempat kursus pamannya, Mike harus menemani ibu nya arisan, sedangkan Al ada latihan cheers sejak siang tadi, jadilah hanya mereka berempat yang berada di rumah Calum.

"Akui saja Cal, kau memang selalu kalah kalau bermain fifa dengan ku."

Calum hanya mendengus kesal melihat Luke yang tengah tersenyum meremehkan kearahnya. Sudah hampir dua jam mereka bermain, tapi Calum tak pernah satu kalipun menang dari Luke. Bahkan ia hanya berhasil menjebol gawang milik Luke sebanyak 3 kali dari 6 kali pertandingan, kalian bisa bayangkan betapa kesalnya Calum bukan.

"No," ujar Calum sambil meraih consellor xbox nya yang sempat ia banting ke atas meja. "Tanganku hanya sedikit lemas karena sudah lama tak bermain."

Dari arah dapur, terdengar suara tawa Vally dan Eii setelah Calum menyelesaikan kalimatnya.Sedangkan Luke hanya menahan tawanya saat kedua gadis itu tertawa. Yap, semua ini karena Ashton. Kalau bukan karena Ashton yang meledeknya setiap kali ia ingin makan selama di rumah sakit, mungkin teman-temannya yang lain termasuk Vally tak akan mengetahui kalau alasan tangan lemas adalah cara yang ia gunakan agar Eii mau menyuapinya. Kalau saja Ashton bukan sahabatnya mungkin Calum akan mempermasalahkan urusan sepele ini pada lelaki berambut ikal tersebut.

"Tertawa saja kalau kau memang ingin tertawa Hemmo," kata Calum kesal. Ia melirik Luke yang masih menahan tawanya. "Kau membuat moodku semakin rusak, kau tau."

Luke tak tahan lagi untuk menahan tawanya. Pun ia akhirnya tertawa puas melihat reaksi Calum yang sangatlah bete karena ucapannya sendiri.

"Hahaha, kau terlihat bodoh, Cal."

"Sudahlah, ayo kita lanjutkan."

Mereka berdua kembali melanjutkan permainan mereka, masih dengan suara tawa Luke yang perlahan mereda setelah beberapa saat hingga tersisa suara bising dari permainan mereka yang sesekali berbaur dengan suara Eii dan Vally yang sibuk memasak di dapur.

"So?" suara Luke tiba-tiba saja memecah keheningan diantara mereka. Calum yang semula terfokus pada layar tv sesekali mengalihkan pandangannya pada Luke yang masih menatap lurus ke depan. "Bagaimana hubungan kalian?"

Kali ini Luke yang menengok kearah Calum. Ia ingin melihat bagaimana reaksi dari sahabatnya ini saat ia bertanya seperti tadi, karena yeah Calum adalah orang yang paling sulit untuk ditebak perasaannya. Bahkan sulit untuk mereka –para sahabat Calum- untuk menyadari kalau Calum sedang sakit atau tidak.

"Hubungan apa?" Tanya Calum santai. Ia masih saja fokus dengan permainan mereka.

"Bodoh," jawab Luke sambil memukul pelan belakang kepala Calum. "Hubungan kau dan Eii, apa sudah ada perkembangan atau kau masih suka mengirim- mphjasdsfhl"

Belum sempat Luke menyelesaikan kalimatnya, Calum buru-buru mem-pause permainan mereka, lalu membekap mulut Luke dengan kedua tangannya. Ia menatap mata biru Luke sedikit kesal. Yang benar saja, si jangkung ini nyaris membocorkan rahasianya selama ini. Bagaimana kalau tiba-tiba Eii datang dan mendengarnya?

"Bodoh, jangan coba-coba kau bocorkan rahasiaku."

Calum semakin menekan dekapan tangannya pada mulut Luke. Ia memastikan kalau disekitarnya tak ada siapapun di sekitar mereka dan memastikkan kalau Vally dan Eii masih berada di dapur. Setelah memastikan situasi aman, Ia kembali menatap Luke yang sepertinya mulai kehabisan nafas. Calum mendekatakan wajahnya ke telinga Luke berniat untuk membisikkan sesuatu. Tapi sayangnya gerakannya kalah cepat dengan gerakan bibir Luke.

CALUM //c.h [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang