“Pesanan Tuan Hood and Nona Eiden.”
Merasa namanya terpanggil, Calum menghentikan obrolannya dengan Eii dan berjalan menuju kasir, mengeluarkan beberapa lembar uang lalu mengambil pesanan mereka berdua.
“Terima kasih,” ucap Calum sambil tersenyum ramah kepada pelayan Starbucks yang melayaninya. Setelah itu, ia kembali menuju mejanya dan Eii yang berada tepat di pojok ruangan dengan dengan jendela.
Calum tersenyum kecil melihat ‘gadisnya’ tengah menikmati jalanan kota London pada malam hari. Dengan mantel hitam yang dipadukan dengan syal berwarna peach, membuat Eii terlihat begitu mempesona Calum pada malam ini. Gadis itu terlalu cantik dimata Calum. Ia benar-benar merasa beruntung bisa bertemu dengan gadis seperti Eii dan bisa menghabiskan ‘waktunya’ bersama gadis itu.
“Kau terlihat senang sekali,” ucap Calum sambil meletakkan pesanan mereka di atas meja. “Apa ada yang menarik dengan jalanan itu?” lanjutnya sambil tertawa kecil.
Eii sedikit tersentak begitu menyadari Calum sudah kembali ke bangkunya. Ia hanya menggeleng dan tersenyum kecil sambil menarik cup cokelat panasnya. Entah sudah keberapa kalinya ia gugup berada di hadapan Calum pada malam ini.
Menerima ajakan Calum untuk sekedar berjalan-jalan di sekitar London, ternyata bukan lah keputusan yang buruk. Eii terlihat begitu menikmati setiap obrolan yang tercipta diantara mereka. Awalnya Eii sedikit ragu untuk menerimanya karena takut kalau suasananya menjadi awkward seperti di Rumah Calum tadi, tapi ternyata justru Calum lebih banyak mengajaknya berbicara dan membangun topic yang cukup menarik menurut Eii. Bahkan ia tak menyangka kalau Calum sangat suka berbicara.
“Jadi?” Calum kembali bersuara setelah keheningan yang tiba-tiba saja tercipta diantara mereka. “Apa yang membuatmu kembali ke London?” tanyanya berpura-pura tidak tau apa-apa. Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertawa atau tersenyum saat ini.
“Ehm,” Eii menyeruput cokelat panasnya untuk sekedar menghilangkan rasa gugupnya. Ia tampak berpikir. Mungkin ia sedikit ragu untuk menceritakan tujuan utamanya kembali ke London adalah untuk mencari siapa ‘penggemar rahasia’ yang terus menghantuinya selama ini. Oh atau mungkin bukan ragu, bisa dikatakan ia sedikit malu untuk menceritakannya.
“Mom memintaku untuk mengurus butik yang dikelolanya sejak kami tinggal di sini beberapa tahun lalu sekalian aku bersekolah,” jawabnya pada akhirnya.
Calum tersenyum mendengarnya. Ada rasa kecewa yang tersirat dalam senyuman itu. Hahhh, ternyata Calum terlalu berharap lebih. Kenapa juga ia bisa menjadi orang yang terlalu kepedean seperti Mike? Hmm, memang cinta terkadang bisa membuatmu berubah menjadi orang lain.
***
“Kau yakin tak apa meninggalkan Calum berdua dengan Eii?”
Vally mendengus pelan mendengar pertanyaan Michael yang entah sudah ke berapa kali dilontarkan. Ia memutar tubuhnya, menghadap Michael yang sedang mengemudikan mobilnya yang sesekali menatap ke arahnya.
“Percaya padaku, kalau mulai besok mereka akan menjadi pasangan yang tak akan pernah terpisahkan.”
“Oh really?” tanya Michael tak yakin. “Kakakmu itu bisa mendadak jadi robot zombie kalau di dekat Eii.”
Kali ini Vally memutar bola matanya kesal. Tak terima dengan pengibaratan tentang kakaknya yang Michael berikan. Yang benar saja. Mana ada zombie yang berwujud robot?! Sepertinya lelaki ini sudah terlalu kecanduan dengan games dan semacamnya.
“Sudahlah, aku lapar,” katanya mengalihkan pembicaraan. Ia tak ingin terlalu memikirkan nasib cinta kakaknya saat ini. “Lebih baik kita cari restaurant. Aku yakin kau juga lapar, bukan?”

KAMU SEDANG MEMBACA
CALUM //c.h [AU]
FanfictionAwalnya terlihat, ia bukanlah apa-apa dalam kisah ini. Ia lebih banyak diam dan tak mengambil banyak peran. Tapi dibalik semua itu, kalian akan tau bahwa ia memang pantas menjadi, peran utama.