3th chapter

1.3K 135 5
                                    

Flashback.

Hari ini adalah hari pernikahan Hany dan Mark, orang tua Mark tentu saja tak ingin pernikahan itu terjadi, namun Mark memilih untuk melakukan pernikahan antara dirinya dengan Hany, hanya untuk sekedar bertanggung jawab dengan anak yang dikandungnya.

Pernikahan mereka tentu saja dilakukan secara tertutup dan hanya dihadiri oleh keluarga inti saja, tapi walaupun begitu, Mark menikahi Hany secara resmi dan diakui oleh agama dan negara.

" Ingatlah lahirkan anak itu dengan selamat, dan jangan berfikir untuk melakukan tindakan yang merugikan!" Ucap Mark begitu memasuki rumah setelah ia dan Hany selesai melakukan pemberkatan.

Hany hanya mengangguk mengiyakan perkataan Mark, bisa apa dirinya melawan kekuasaan yang dimiliki oleh lelaki itu beserta keluarganya. Ingatan Hany tertuju dengan ucapan sang mertua yang mengatakan untuk tidak menuntut lebih kepada Mark, ibu Mark berkata bahwa pernikahan mereka hanya ibarat sebuah rumah tanpa pondasi, jadi bisa runtuh kapan saja. Sedangkan ayah Mark berpesan agar Hany tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk menguras uang dari rekening Mark. Ayahnya Hany tidak bisa menutupi rasa sakit hatinya melihat sang anak diperlakukan begitu hina oleh keluarga sang majikan, tapi dia bisa apa??? Melawan??? Melawan seorang yang memiliki kekuasaan begitu besar , tentu saja akan sia-sia.

Setelah menikah dengan Mark, Hany tidak menempati kamar yang sama dengan Mark. Ia tetap menempati kamar disudut ruangan yang memang disediakan untuk dirinya dan sang ayah.

Hany selalu menyiapkan segala kebutuhan Mark, mulai dari pakaian yang ia kenakan hingga makanan yang masuk kedalam perut suaminya ahhhhhh suami yaaa??? Bukankah seperti majikan dan pembantunya.

Mark menatap Hany lekat kala istrinya itu sedang berkutat dengan dapur.

" Jangan terlalu lelah!! Istirahatkan saja badanmu, saya tidak makan dirumah!" Ucap Mark sambil berlalu.

Hany berbalik menoleh kepada sang suami lalu menatap Mark .

" Jangan berani-berani menatap saya!" Ucap Mark dingin.

" Maaf!" Satu kata , begitu lirih namun membuat Mark tersayat.

" Ini kartu ATM, bisa kamu gunakan untuk keperluan kamu dan anak itu!" Ucap Mark.

Yaaa... Mark memberikan sebuah kartu ATM untuk Hany memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun ketika sang mertua mengetahui hal itu, mertuanya memintanya untuk mencatat setiap pengeluaran bahkan mertuanya juga mengharuskan adanya bukti pembayaran ketika Hany menggunakan ATM yang Mark berikan untuknya.

Sang mertua tentu saja melakukan hal itu dibelakang Mark. Melihat Mark memberikan sebuah kartu ATM kepada Hany membuat sang mertua berdecih dengan pandangan menghina.

Keadaan Hany yang disetir oleh mertuanya itu berakhir ketika sang mertua meninggal karena sebuah kecelakaan, kecelakaan pesawat yang langsung merenggut nyawa keduanya.

Saat itu umur Mika sudah 2,5 tahun, dengan kebiasaan sang mertua terhadapnya membuat Hany tetap melakukan hal yang sama walaupun  sang mertua telah tiada.

Sedangkan Mark dia menatap bingung dengan uang direkeningnya, mengapa semenjak orang tuanya meninggal dunia, uang itu tak berkurang sedikitpun.

Mark tak mengetahui bahwa selama ini keuangan sang istri disetir oleh kedua orang tuanya. Jadi bukan Mark yang tak memenuhi kebutuhan hidup Hany , ia hanya tak pernah tahu kebenaran itu.

Hany membuka toko kuenya ketika Mika berusia 3 tahun, Hany menjadi semakin jauh dengan Mark, jika sebelumnya orang tua Mark yang menjadi tembok pemisah antara Mark dan Hany, sekarang Hany sendiri yang memasang tembok antara ia dan sang suami.

Keadaan Mika yang semakin besar membuat Mark sedikit penasaran dengan anak kecil itu, maka Mark mendekati Hany yang sedang menyuapi makanan untuk Mika.

" Aaaaa ayo buka mulutnya cantik!" Ucap Hany sambil memainkan sendok layaknya sebuah pesawat terbang.

" Ammmmm... Pintarnya putri ibu, nanti kalau sudah selesai kita mandi yaa... Terus Mika ikut ibu ke toko, okay sayang??" Ucap Hany.

Sedangkan sang anak hanya mengangguk lucu mendengar ucapan Hany.

" Ehm...." Mark berdehem, membuat Hany terdiam, ingatan bahwa Hany tidak boleh menatap Mark membuat Hany hanya diam dengan sedikit menunduk.

" Ayah..........!" Cicit Mika , Mark memandangi wajah mungil anak berusia 3 tahun itu lalu menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Mika, harusnya Mika memanggil ayah Hany dengan sebutan kakek bukan, tapi Mika justru memanggil sang kakek dengan sebutan ayah.

" Selamat pagi Tuan Mark!" Sapa ayah Hany.

" Selamat pagi, jangan memanggilku dengan sebutan itu, anda adalah mertua saya tak sepantasnya anda memanggil saya seperti itu, panggil saja Mark!" Ucap Mark, Mark merasa semua harus berubah, tidak ada lagi kedua orang tuanya yang gila kehormatan, jadi dia akan berusaha sedikit demi sedikit untuk memulai rumah tangganya bersama Hany dan sang anak.

"Hany..... Saya rasa kamu harus pindah dari kamar lusuh itu, kamar itu begitu kecil untuk kamu, ayah dan juga Clarence!" Ucap Mark.

Sejujurnya Mark ingin mengatakan hal itu jauh sebelum ini, tapi ingat!! Saat itu masih ada kedua orang tua Mark yang mengancam akan menyakiti Mika kalau Mark bersikap peduli terhadap keduanya.

Antagonis sebenarnya disini adalah sikap gila hormat kedua orang tua Mark, yang menilai semua berdasarkan harta dan kasta, dan Hany sangatlah jauh dari sosok menantu idaman bagi keduanya, kesombongan dan keangkuhan Mark menurun dari keduanya.

" Uncle ini siapa ibu???" Tanya Mika.

" Uncle??? Panggil saya Daddy!" Ucap Mark.

Ya selama ini mereka tidak pernah berinteraksi, hubungan antara keduanya benar-benar hanya layaknya majikan dan pembantunya, Mika tidak pernah Hany ajak ketika ia bekerja sebagai seorang asisten rumah tangga disini. Mika selalu berada di ruang belakang yang dikhususkan untuk para asisten .

" Daddy??? Ibu biyang Mika cuma punya ibu dan ayah!" Ucap Mika dengan polosnya.

" Hany, bagaimana dengan akta kelahiran Mika?? Apa sudah diurus???" Tanya Mark.

" Belum tuan!" Jawab Hany.

" Ya , bagaimana cara kamu mengurusnya tanpa persetujuan saya, berikan kartu identitas kamu juga bukti kelahirannya, saya akan mengurusnya.!" Ucap Mark tegas tak ingin dibantah.

  Hany menatap kepada sang ayah, sang ayah hanya mengangguk mengiyakan, bukankah memang sudah seharusnya nama Hany dan Mika berada di kartu keluarga yang sama dengan Mark.

" Hari ini kita urus semuanya, mulai dari merubah status di kartu identitas kamu hingga mengurus akta kelahiran Clarence!" Ucap Mark.

Hany hanya mampu mengangguk mengiyakan, ia hanya berharap semoga Mika mendapatkan kasih sayang dari sosok Mark, tak lebih... Hany hanya menginginkan kasih sayang Mark kepada Mika saja bukan untuk dirinya. Ia sadar diri dengan perbedaan kasta antara keduanya.

" Dan juga... Tolong pindah dari kamar belakang, tinggalah dirumah utama di kamar lantai 1 , kamar khusus tamu, kamu bisa gunakan itu sebagai kamar kamu dan juga Clarence!" Ucap Mark sambil berlalu.

" Haruskah aku menuruti perintah tuan Mark ayah???" Tanya Hany pada sang ayah.

" Mau bagaimanapun sikapnya selama ini, beliau tetaplah suami sah kamu, ayah kandung dari Mika, mungkin ini adalah awal dari kehidupan pernikahan kalian, dan juga awal dari kehidupan Mika yang mulai diterima oleh tuan Mark!" Ucap ayahnya.

Mika??? Yaa semua untuk Mika, anak semata wayangnya.


*************


Sedikit curhat boleh... Cerita ini sebenarnya udah ada lumayan lama di draf, cuma ya gitu malu buat up soalnya tulisan gw jauh banget dari author yang lain. Sebagai penulis amatiran gw ngerasa insecure gitu, kalau baca karya dari author lain. Kayak yang tulisan gw gak jelas semuanya... Cuma ya tak beraniin diri buat up aja ... Modal nekad... Hehehehe

🌕⭐❤️

You and I ✅✅✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang