“Dulu aku mengatakan jangan menyerah kepada semua orang. Lalu, kenapa saat aku ingin menyerah tidak ada satupun orang yang mengatakan jangan menyerah untukku?”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
Alana membuka matanya perlahan. Gadis itu terbangun saat merasakan angin berhembus kencang hingga membuatnya mulai menggigil. Gadis itu melipat kedua tangannya didepan dada guna menahan dingin yang menyerang.
Alana melirik sekeliling. Gadis itu hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. Alana tau, saat ini hari sudah mulai larut. Alana sama sekali tak ingin pulang. Dirinya sama sekali belum siap untuk menerima semua cacian yang akan dilayangkan seluruh anggota keluarganya.
Ting!
Alana mengambil handphonenya perlahan saat melihat ada notifikasi masuk. Lagi-lagi hembusan nafas berat terdengar, hati Alana kembali dibuat hancur oleh satu pesan yang dikirimkan oleh Miranda.
Mama
[Pulang! Dimana aja kamu! Kamu tau Alona tadi abis jatuh sampe lututnya luka? Kenapa kamu gak jagain dia, sih?! Gak berguna banget kamu jadi kakak! Kalau anak saya kenapa-napa gimana? Mau tanggung jawab kamu?!]Anda
[Hati Alana juga sakit, Ma. Alana juga capek selalu di salahin. Luka Alona bahkan gak ada apa-apanya dibanding luka di hati Alana.]Mama
[Oh, udah berani ngelawan kamu, ya! Siapa yang ngajarin? Dasar manusia gak tau berterima kasih! Sakit di hati kamu itu gak ada apa-apanya dibanding sakit di hati saya pas kamu bunuh anak saya Alena!]Anda
[Iya ... Sakitnya Lana gak bakal ada apa-apanya dibanding sakit kalian. Hati kalian cuma tergores dikit. Tapi hati Alana di tusuk pisau.]Mama
[Halah! Drama kamu! Cepet pulang! Masih banyak pekerjaan rumah yang belum kamu selesain. Saya sibuk ngurusin Alona!]Alana merasakan perih di matanya. Lagi dan lagi air mata itu turun tanpa di minta. Kenapa selalu seperti ini? Selalu Alona yang di pedulikan, selalu Alona yang diutamakan. Dan kenapa Alana selalu menjadi yang terbelakang? Sebenarnya apa salah Alana, tuhan?!
Kalung berbentuk hati itu kembali mengalihkan perhatian Alana. Gadis itu tersenyum getir seakan ingin menunjukan pada Alena betapa pedihnya penderitaanya.
“Lo liat sendiri, ‘kan, Len? Gue emang jahat, jadi pantes dapetin ini semua.”
Alana menyimpan kalung dan buku diarynya kedalam tas. Segera gadis itu berdiri dari posisinya dan berjalan keluar kelas. Ringisan keluar dari mulut Alana saat dirinya tanpa sengaja menendang tong sampah hingga isinya berceceran.
Dengan segera Alana memungut sampah-sampah itu dan mengisinya kembali ke tempat semula. Tangisan pilu kembali terdengar. Alana kembali mengingat semua kenangan buruknya sambil mengangkat semua sampah-sampah itu.
Setelah selesai memungut sampah-sampah yang berserakan. Alana kembali meneruskan jalannya. Gadis itu berjalan perlahan sambil menikmati setiap hembusan angin yang menerpa seluruh bagian tubuhnya.
“Dingin ...,” lirih Alana sambil menggosok kedua telapak tangannya.
Cahaya dari kunang-kunang membuat Alana mendongak. Gadis itu mengerutkan keningnya bingung, sedetik kemudian senyum terbit dari bibir tipisnya. Tangannya terulur untuk menangkap satu kunang-kunang yang berada begitu dekat dengan wajahnya.
“Lo Alena, ‘kan?” tanya Alana sambil menatap kunang-kunang itu intens.
Alana tersenyum kecil. “Makasih udah Dateng, Len. Tadinya gue pikir gak ada yang ngerti gue. Tapi ternyata ada satu orang special yang Dateng buat gue.”
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
RandomDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...