“Tidak perlu mengatakan kamu hebat. Cukup katakan jika kamu bisa melakukannya.”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
“Alona!”
Gadis yang kerap di sapa Steysie itu langsung berlari dan memeluk tubuh Alona. Satu bulan tidak bertemu dengan gadis itu terasa seperti satu tahun baginya. Steysie benar-benar merindukan sosok Alona.
Begitu pula dengan Celline. Walaupun tidak berteriak kegirangan seperti Steysie, gadis itu juga ikut berlari menghampiri Alona. Memeluknya sebagai tanda rindu. Celline juga merindukan semua hal tentang sahabatnya itu.
Alona membalas pelukan dari kedua sahabatnya dengan senang hati. Ketiganya saling menampilkan senyum manis. Sama halnya dengan Celline dan Steysie. Alona juga merindukan kedua sahabatnya itu.
“Apa kabar, Lona? Kok tiba-tiba balik? Ada masalah Disana?” tanya Steysie setelah melepas pelukannya.
“Gak ada. Cuma papa punya urusan disini. Jadi kita semua balik.”
“Terus kalo urusannya udah selesai bakal pindah lagi?” Bukan Steysie. Kali ini Celline yang bertanya.
“Enggak. Mungkin. Soalnya kata Mama kita bakal netep disini.”
“Serius?”
“Dua rius.”
Ketiganya tertawa begitu mendengar balasan dari Alona. Hal sederhana yang menurut mereka Lucu. Tidak ada rasa canggung diantara mereka bertiga. Mungkin karena persahabatan mereka yang terbilang cukup lama. Oleh karena itu tidak ada lagi kecanggungan diantara mereka.
Netra bening milik Alona beralih menatap dua orang yang baru memasuki pekarangan sekolah. Keduanya saling berpegangan tangan hingga membuat Alona panas. Apakah mereka sengaja membuatnya cemburu?
Alona mencoba tersenyum saat pasangan itu sampai di depannya. Tangannya melambai pada Alzean walaupun tidak mendapat reaksi apapun.
“Apa kabar, Al?” tanya Alona.
Tidak ada balasan dari Alzean. Lelaki itu memilih untuk melanjutkan langkahnya dengan tangan Alana yang masih berada dalam genggamannya. Rasanya terlalu malas untuk meladeni Alona.
Tidak mau tinggal diam. Alona segera mencekal pergelangan tangan Alzean. Matanya menatap lekat sosok yang kini hanya menatapnya datar. Secepat itukah Alzean melupakannya? Hanya karena kehadiran Alana?
Nyatanya Alana sudah lama hadir dalam kehidupan Alzean. Bukan sebagai seorang pendamping. Namun sebagai teman yang selalu ada untuknya. Sekarang perjuangan Alana membuahkan hasil. Alzean sudah mencintainya dan akan selalu mencintainya. Apapun keadaannya.
“Gue kangen sama Lo, Al.”
“I don’t care.”
“Lo kenapa jadi berubah banget gini, sih?”
“Itu hak gue.”
“Kurang apa gue sampe Lo lebih milih Alana di banding gue.”
“Terlalu banyak sampe gue gak bisa sebutin satu-satu.”
“Seenggaknya bilang kalo Lo juga kangen sama gue.”
“Gue benci sama Lo. Puas?”
Setelah mengatakan kata-kata menyakitkan itu Alzean langsung melangkah pergi meninggalkan Alona dan kedua sahabatnya. Bahkan lelaki itu tidak menghiraukan Alana yang mencoba untuk memberi pengertian padanya.
“Alzean. Dengerin gue.”
“Al!” Alana memukul pelan lengan Alzean meminta agar lelaki itu melepaskan genggamannya. Jujur. Alana merasa tidak enak pada Alona.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
De TodoDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...