“Jangan pernah membuat seseorang kehilangan kepercayaan dirinya.”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
Alzean menghembuskan nafasnya lelah. Sedari tadi Revan terus mengajukan pertanyaan tentang Alona padanya. Tentang mengapa gadis itu bisa dengan gamblang mengatakan rindu padanya. Hingga saat Alona mencekal pergelangan tangannya.
“Al---”
“Diem atau gue cium?” Alzean terkekeh begitu melihat raut geli dari wajah Revan. Hanya ini satu-satunya cara agar lelaki itu bisa diam. Jika hanya memberikan Bogeman padanya, masih ada kemungkinan jika Revan akan mengajukan pertanyaan lagi.
“Gue masih normal, sorry.”
“Gue gak bilang Lo gak normal.”
“Jangan-jangan Lo yang gak normal?”
“Kalo gue gak normal mana mungkin gue mau nikah sama Alana.”
Mendengar penuturan Alzean yang menurutnya sangat masuk akal membuat Revan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Berbicara dengan Alzean terkadang membuatnya merasa menjadi manusia bodoh. Bukan hanya dirinya. Bahkan sahabatnya yang lain pun merasakan hal yang sama.
Alzean meneguk soda yang ada di depannya. Matanya menatap lurus kedepan. Setelah mendengar pertanyaan yang di lontarkan Revan tadi, dirinya kembali teringat akan kejadian kemarin. Dimana Alona datang dan mengatakan rindu pada dirinya. Apakah Alona masih menyimpan rasa padanya?
Mungkin kalimat yang mengatakan jika roda kehidupan terus berputar itu nyata. Jika hari ini kamu mencintai. Maka besok kamu akan di cintai. Sama halnya dengan apa yang di alami Alzean. Terlalu lama mencintai Alona membuatnya tidak bisa membuka mata untuk melihat seseorang yang selalu ada untuknya.
Jika Alona mencintainya lebih awal, mungkin Alzean bisa menerimanya. Namun Alona mencintainya di saat dirinya sudah mencintai Alana. Takdir terus mempermainkan kehidupannya. Tidak cukup jika hanya membuatnya terjebak dalam satu cinta yang rumit.
Walaupun sudah tidak mencintai Alona, mungkin Alzean masih bisa memperlakukannya seperti seorang teman. Namun setelah mengetahui apa yang gadis itu lakukan pada Alana, seketika rasa kemanusiaan pada dirinya lenyap begitu saja. Alona tidak pantas di perlakukan sebagai seorang manusia.
Sudah dari beberapa hari ini Alzean memikirkan cara untuk membuat semua orang percaya jika Alana tidak bersalah. Alana bukan pembunuh! Dan kematian Alena murni karena kecelakaan. Nama Alana buruk hanya karena tuduhan yang di lontarkan Alona.
“Al.”
Tatapan Alzean yang awalnya lurus kedepan beralih menatap seorang gadis yang barusan memanggilnya. Lagi. Alzean harus merasakan darahnya mendidih saat melihat wajah polos itu. Wajah yang membuatnya ingin membunuhnya saat itu juga.
Gadis itu mengambil salah satu tangannya. Bibirnya menunjukkan senyum manis. Membuatnya semakin enggan untuk menatapnya. Bibir itu membuatnya teringat akan senyum kepasrahan Alana.
“Gue pengen jadi pacar Lo!” ucap Alona lantang. Bahkan dirinya dan Alzean langsung menjadi fokus utama seluruh penghuni kantin.
Alona tersenyum manis. “Gue bener-bener suka sama Lo, Alzean Alexander!”
Tangan Alzean yang di genggam oleh Alona langsung terkepal. Lelaki itu tidak habis pikir dengan Alona yang begitu terobsesi dengannya. Bukankah dulu gadis itu membencinya? Lalu sekarang? Alona benar-benar gadis paling menyebalkan yang pernah ia kenal.
Melihat Alzean yang hendak melepaskan genggamannya membuat Alona segera menahan tangan lelaki itu. Bahkan sekarang mereka sudah menjadi pembicaraan seisi kantin. Alona tidak risih akan hal itu. Bahkan dirinya senang bisa menjadi trending topik di sekolah selepas ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
AléatoireDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...