“Menyerah hanya akan membawamu pada penyesalan.”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
Alana membuka matanya perlahan. Cahaya matahari mengusik tidurnya. Hal terakhir yang ia ingat adalah saat Alona mengirimkan foto Alzean di mall. Setelahnya Alana tidak mengingat apapun.
Jemari lentik itu tergerak untuk memijit kepalanya yang masih terasa sedikit pusing. Alana enggan untuk bangun. Apalagi melihat wajah Alzean. Rasanya menyakitkan. Alzean sudah memberinya luka begitu dalam.
Tanpa sengaja mata Alana menangkap bercak darah pada lengan hoodienya. Kebetulan semalam dirinya menggunakan Hoodie berwarna putih yang mudah terkena noda.
Wanita itu lantas mencium lengan hoodienya untuk memastikan apakah itu benar-benar noda darah atau bukan. Setelah menciumnya Alana bisa memastikan bahwa itu memang darah. Tetapi siapa yang membuat noda darah pada lengan Hoodienya? Terlebih darah tersebut masih berbau anyir dan belum menjadi kering hingga Alana tidak perlu bersusah payah untuk mengetahuinya.
Tidak hanya itu. Alana juga menemukan jam tangan berwarna hitam disampingnya. Dari bentuknya sepertinya jam tersebut milik Alzean. Terlebih ada inisial namanya di belakang jam tersebut. Semua ini membuktikan jika semalam Alzean datang dan tidur bersamanya.
Tanpa sadar sudut bibir Alana tertarik hingga membentuk senyuman. Ini artinya Alzean masih peduli padanya. Alzean masih ingin bersamanya. Namun. Senyuman itu luntur seketika saat mengingat jika Alzean sudah berpacaran dengan Alona.
“Gak! Lo gak boleh terlalu percaya diri, Alana!” ujar Alana pada dirinya sendiri.
Namun Alana juga tidak bisa berbohong jika dirinya masih senang mendapatkan perlakuan istimewa dari Alzean. Bahkan setelah apa yang Alzean lakukan padanya. Selama ini Alzean selalu memperlakukannya seperti seorang ratu. Dan Alana sudah terbiasa akan hal itu.
“Argh!”
Tanpa sengaja Alana mendengar suara teriakkan kesakitan dari kamar sebelah. Suara itu sangat familiar di telinganya. Mengingat tidak ada Alzean dimana-mana membuatnya curiga jika itu adalah suara teriakkan Alzean.
Darah dan teriakkan. Keduanya saling bersangkutan. Alana menjadi sangat yakin jika Alzean sedang tidak baik-baik saja. Entah mengapa. Namun Alana merasa jika Alzean terluka.
Tanpa pikir panjang wanita itu langsung berlari menuju kamar tamu yang terletak tepat di sebelah kamarnya. Dan benar saja. Alana menemukan Alzean yang tengah mengobati lukanya sendiri. Bahkan ringisan kecil keluar dari bibir Alana begitu melihat luka-luka di tubuh kekar Alzean.
Kaki kecil itu melangkah tanpa sadar mendekati Alzean. Mengambil perlahan kapas yang berada di tangannya. Tanpa memperdulikan reaksi Alzean, Alana dengan telaten mengobati luka lelaki itu. Selama ini Alana belum pernah melihat Alzean terluka separah ini. Dan ini pertama kalinya bagi wanita itu melihatnya.
Alzean menatap wajah Alana lama. Wajah itu membuatnya tak tega. Alzean ingin berhenti menyakiti Alana dengan hubungan palsunya dengan Alona. Namun dirinya juga melakukan ini bukan tanpa alasan. Alzean ingin mengakhirinya. Namun tujuannya lebih penting daripada perasaannya saat ini.
“Siapa yang ngelakuin ini?” tanya Alana dengan tangan yang masih fokus mengobati luka-luka Alzean.
“Lo gak perlu tau.”
Bukannya Alzean ingin mengatakan hal demikian pada Alana. Namun dirinya tidak ingin Alana menyalahkan Devano akan hal ini. Lagipula luka-luka yang di dapatkannya kini karena kesalahannya sendiri. Bahkan bukan hanya Devano. Namun Aksa juga melakukan hal yang sama pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
RandomDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...