“Jika kamu tidak seberuntung mereka, maka buatlah keberuntungan untuk dirimu sendiri.”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
Alana duduk di balkon kamarnya sambil menikmati segelas coklat panas buatannya. Malam ini Alzean benar-benar pergi kekantor bersama dengan Giovandra. Rasanya sepi tanpa lelaki itu. Bahkan Alzean baru pergi setengah jam yang lalu dan Alana sudah mulai merindukannya.
Melirik handphonenya sebentar. Alana kembali menghela nafas. Pesannya sama sekali tidak dibalas oleh Alzean. Bahkan dilihat pun tidak. Mungkin lelaki itu sedang sangat sibuk hingga tak sempat membuka handphonenya walau hanya untuk membalas pesan yang masuk.
Waktu berjalan begitu lambat tanpa Alzean. Bahkan Alana sudah merasa bosan dengan aktivitasnya saat ini. Tidak ada hal yang perlu ia kerjakan. Tidak ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
Melihat jalanan yang ramai membuat Alana tersenyum tipis. Gadis itupun memutuskan untuk turun kebawah dan berjalan-jalan sebentar di sekitaran rumah. Lagipula hari belum terlalu malam. Cukup untuk membuatnya menghilangkan rasa bosan sambil menunggu kedatangan Alzean.
Ting!
Alana langsung melihat handphonenya saat mendengar bunyi notifikasi dari benda pipih itu. Awalnya gadis itu tersenyum saat mengetahui notifikasi itu berasal dari Alzean. Namun senyumannya perlahan memudar saat melihat isi pesan tersebut.
Alzean
[Hari ini gue baliknya agak maleman. Lo tidur duluan aja. Gak usah nungguin gue. Besok, ‘kan cantiknya Alzean harus sekolah, Jadi gak boleh kesiangan, Oke?]Tidak ada yang bisa keluar dari bibir tipis Alana selain hembusan nafas lelah. Alzean sepertinya terlalu sibuk dengan urusannya sendiri tanpa memperdulikan Istrinya. Alana bahkan sudah sangat merindukan lelaki itu. Alana ingin lelakinya segera pulang dan mengajaknya menonton film horor bersama.
Namun bagaimanapun Alana tidak boleh dikalahkan oleh egonya sendiri. Alzean juga bekerja untuk dirinya. Harusnya Alana bersyukur memiliki Alzean. Bukan malah mengeluh karena lelaki itu tidak memiliki waktu untuk dirinya.
Tujuan Alana sekarang adalah taman yang berada tidak jauh dari rumahnya. Hanya perlu menghabiskan waktu tiga menit saja untuk sampai di taman tersebut. Pengunjungnya juga tidak terlalu ramai. Namun cukup membuat Alana menghilangkan rasa kesepiannya.
“Gue masih gak nyangka ....” Alana terkekeh sambil mengingat kembali kenangan masa kecilnya bersama Alzean. Bahkan sedikitpun tidak terlintas di benaknya jika suatu saat nanti dirinya dan Alzean akan menjadi pasangan suami istri.
Alana mendudukan bokongnya di kursi. Memejamkan matanya untuk menikmati suasana malam yang selalu menjadi kesukaannya. Dari kecil kegelapan memang sudah menjadi teman Alana. Dan hingga beranjak dewasa kegelapan itulah yang akan selalu menjadi kebiasaannya.
“Alana!”
Alana langsung membuka matanya saat mendengar suara yang familiar di telinganya. Gadis itu lantas menoleh. Matanya menatap lekat dua orang gadis yang beberapa tahun belakangan telah menjelma menjadi sahabatnya, Celline dan Steysie.
Berbanding terbalik dengan Alana. Keduanya malah menatap gadis itu tajam. Tersirat permusuhan yang besar dari mata kedua remaja itu. Dari dulu Celline dan Steysie memang tidak menyukai Alana. Lalu sekarang gadis itu kembali membuat mereka naik pitam dengan membuat Alona pergi meninggalkan mereka.
“Maksud Lo apa buat Alona pergi keluar kota?! Lo iri karena dia jauh lebih baik dari lo?!” tanya Celline to the point. Darahnya sudah mendidih. Celline sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
RandomDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...