ALANA||KENANGAN INDAH ATAU PAHIT?

1.1K 25 0
                                    

“Terlalu lelah sampai-sampai ingin tidur pun rasanya begitu berat.”

- Alana Zealinne Artharendra

•••

Alana menekan icon hijau di sebelah kanan layar handphonenya berniat untuk mengangkat panggilan dari Aqila. Wanita paruh baya itu barusan menghubunginya. Entah untuk apa. Namun Alana sama sekali tak keberatan menerima panggilan dari Wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri itu.

“Halo, Bun,” sapa Alana. Senyum manis ia tampilkan walaupun Aqila tak dapat melihatnya secara langsung.

“Bunda rindu tau, Sayang. Kenapa udah jarang kerumah Bunda lagi, Hm?” tanya Aqila dari seberang sana.

Senyuman di bibir Alana perlahan mulai luntur. Bagaimana caranya menjelaskan pada Aqila bahwa dirinya sudah tak punya hubungan apa-apa lagi dengan Alzean. Bagaimana Cara Alana menjelaskan jika dirinya sudah tak punya alasan lagi untuk datang kerumah itu?

Alana menggigit bibir bawahnya. “Alana akhir-akhir ini sibuk, Bun,” jawabnya berbohong.

“Sampe gak bisa luangin Waktu buat ketemu Bunda?”

“Bukan gitu, Bun ....”

“Yaudah Gakpapa. Tapi Bunda gak mau tau! Pokoknya besok malem kamu harus Dateng ke Acara ulang tahun pernikahan Bunda sama Ayah. Gak ada penolakan atau Bunda marah sama Alana!”

“Tapi, Bun---”

“Please, sayang.”

Alana menghembuskan nafasnya. “Okay. Asal Bunda bahagia apapun bakal Alana lakuin.”

“Thank you, sayang. Maaf, ya kalo Bunda udah paksa kamu. Mungkin kamu sibuk. Tapi Bunda bener-bener kangen sama kamu.”

“No problem, Bunda.”

“Yaudah. Bunda tutup dulu teleponnya, ya. Ada beberapa persiapan yang harus Bunda lakuin sendiri. Pokoknya kamu harus Dateng! Awas aja sampe ingker janji. Nanti Bunda jewer telinganya.”

“Iya, Bunda ....”

Aqila terkekeh kecil. “Tidur yang nyenyak. Bunda gak mau besok Anak Gadis Bunda punya mata panda. Pokoknya Alana-nya Bunda harus cantik. Harus jadi yang paling bersinar.”

Alana memejamkan matanya. Rasanya benar-benar sakit saat Aqila mengatakan hal demikian. Wanita itu mempunyai harapan besar untuknya. Aqila begitu menyayanginya dan Alana menyia-nyiakan kasih sayang itu.

“Bunda juga tidur yang nyenyak ...,” lirihnya.

Alana menyimpan handphonenya diatas meja setelah Aqila memutuskan panggilannya. Gadis itu menatap kosong kedepan. Beberapa kali petir menyambar seakan mengisyaratkan hujan akan segera turun. Namun, isyarat itu hanya dianggap angin lewat oleh Alana. Gadis itu sama sekali tak ingin beranjak dari tempat duduknya sama sekali.

Alana membuka album foto milik keluarganya. Album yang hanya ia simpan seorang diri itu menjadi saksi bisu kebahagiaannya dahulu. Semua orang mungkin sudah membuang album foto ini. Namun tidak dengan Alana yang selalu menyimpannya dengan rapi didalam lemari.

Pada lembaran pertama ada fotonya dan seluruh anggota keluarganya. Serta Alena yang tampak begitu bahagia didalam sana. Dulu Alana hanya menganggap foto itu sebagai hal kecil yang tak perlu di kenang. Namun sekarang rasanya foto itu malah menjadi yang terindah dalam hidupnya. Tak pernah seharipun Alana melewatkan harinya tanpa mengingat kenangan manis ini.

Alana menahan sesak saat melihat foto terakhirnya bersama Alena di taman. Foto itu diambil sebelum kematian Alena. Saat itu langit sudah mendung seakan tau Alena akan segera pergi darinya. Dan tanda alam memang tak pernah salah. Alena benar-benar pergi bersamaan dengan hujan yang turun bersamaan dengan pemakamannya.

ALANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang