“Aku selalu berusaha untuk percaya diri dan mempercayakan semuanya pada diriku sendiri.”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
Alana menatap lurus kedepan. Bayangan akan kejadian tadi terus berputar di otaknya. Rasanya menyakitkan saat pikirannya tiba-tiba teringat akan hal itu. Namun dirinya juga tidak bisa melupakannya.
Rasanya sakit. Namun yang membuat Alana lebih sakit adalah saat dirinya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikhlaskan. Mungkin Alzean adalah orang terakhir yang ia korbankan untuk Alona. Sekarang tidak ada siapapun yang bersamanya. Alona sudah mengambil semuanya.
Alana tidak bisa menahan air matanya. Wanita itu kembali menangis saat mengingat Alzean. Hatinya teriris. Rasanya benar-benar sakit. Alzean melupakannya begitu saja. Lelaki itu berubah secara tiba-tiba.
Jemari lentik Alana tergerak untuk mengelus perutnya yang masih rata. Disana ada kehidupan yang harus ia jaga. Anaknya mungkin sedang tidak baik-baik saja saat dirinya terlalu larut dalam kesedihan seperti sekarang.
Biasanya Alzean yang akan mengelus perutnya. Namun sekarang tidak ada yang akan memberi ketenangan pada bayi kecil itu. Alana harus melakukannya sendiri. Sekarang dirinya tidak harus selalu bergantung pada orang lain.
“Maaf ....” Suara Alana bergetar. Wanita itu tidak ingin terlihat lemah hanya karena lelaki seperti Alzean.
Sebelah tangan Alana bergerak menghapus air matanya. Wanita itu tersenyum tipis saat merasa tidak ada lagi bekas air mata di pipinya. Sekarang dirinya harus bisa hidup mandiri tanpa Alzean.
“Mama gak pantes nangisin papa kamu, ‘kan?”
Namun sepertinya Alana tidak bisa melupakan semua kejadian hari ini. Air matanya kembali jatuh tanpa di minta. Walaupun sudah berusaha untuk tidak terlihat lemah, namun Alana tetaplah Alana yang rapuh. Hatinya selalu tergores oleh sesuatu yang tidak pernah ia inginkan.
Seseorang yang selalu ada untuknya di renggut begitu saja darinya. Tidak ada yang tersisa untuknya. Hal apa yang lebih menyakitkan dari ini? Selama ini dirinya selalu sendiri. Dan sekarang kesendirian itu kembali menjadi temannya.
Dan pada akhirnya Alana kembali menangis. Alana tidak sekuat apa yang orang bayangkan. Alana lemah. Hatinya terlalu rapuh untuk mendapatkan luka. Hatinya tidak pernah sepi akan goresan, bahkan sayatan yang diberikan oleh orang lain.
Satu yang membuat Alana kuat. Anak yang ada dalam kandungannya. Bayi tidak berdosa itu tidak harus menanggung kesalahan Alzean. Setidaknya demi anaknya Alana harus bisa bertahan.
Ting!
Alana langsung menoleh saat mendengar bunyi notifikasi dari Handphonenya. Wanita itu lantas mengambilnya dari atas nakas untuk melihat siapa yang mengirimkan pesan padanya.
Alona
[Sent a photo]
[Gue sama Alzean lagi di mall. Romantis banget gak sih dia beliin baju buat gue?]Handphone yang ada dalam genggaman Alana terjatuh setelah wanita itu membaca dengan keseluruhan isi pesan yang di kirimkan saudarinya. Dalam foto itu Alzean menampilkan senyum hingga membuat matanya menyipit. Sangat manis. Namun menyakitkan untuk Alana.
Alana memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. Semuanya terlihat kabur. Kamarnya seolah berputar dalam pandangannya.
Samar-samar dirinya mendengar suara seseorang meneriakkan namanya sebelum semuanya menghitam. Alana pingsan bersamaan dengan tangan seseorang yang dengan sigap langsung menangkap tubuhnya yang hampir jatuh ke lantai.
•••
“Udah? Cuma ini aja?”
Alona segera menyimpan handphonenya kedalam tas saat mendengar pertanyaan Alzean. Gadis itu menampilkan senyum manis sebelum akhirnya mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
RandomDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...