“Waktu tak akan memberikan kesempatan untuk orang yang menyia-nyiakannya.”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
Alzean duduk sambil menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Suasana rumah yang beberapa hari ini ia rindukan kini kembali terasa. Berada dirumah sakit benar-benar membuatnya suntuk. Tak ada hiburan atau apapun yang bisa ia dapatkan dirumah. Namun satu yang membuat Alzean menyukai rumah sakit. Setiap orang yang berada Disana pasti menikmati waktu bersama dengan orang-orang terdekatnya. Begitu pula dengannya. Selama dirumah sakit, Alzean selalu mendapatkan perhatian penuh dari Giovandra. Selama ini lelaki paruh baya itu tak bisa menyempatkan waktu untuknya. Tetapi saat dirinya dirawat, Giovandra selalu menemaninya walaupun tengah lelah sekalipun.
“Ayah sibuk juga demi kamu, Al. Kalau boleh milih. Mending ayah habisin waktu sama kamu daripada sama pekerjaan Ayah. Bagaimanapun keluarga itu lebih penting dari segalanya. Uang bisa dicari. Tapi keluarga gak bakal bisa dicari lagi.”
Ucapan Giovandra waktu itu kembali teringat hingga membuat Alzean terkekeh kecil. Sebenarnya dirinya tak pernah menuntut Giovandra untuk selalu ada untuknya. Selama masih bisa bertemu dan berinteraksi dalam sehari saja Alzean sudah merasa sangat beruntung.
Mungkin waktu berharganya di rumah sakit tak akan terulang kembali. Waktu dan kenangan yang paling berkesan dalam hidupnya. Kenangan itu akan selalu tersimpan di hati Alzean walaupun kini dirinya sudah pulang kerumah.
Bagi Alzean seminggu berada di rumah sakit merupakan waktu terlama dalam hidupnya. Lelaki itu tak bisa menikmati hidup Disana. Setiap hari hanya makan bubur dan buah-buahan. Begadang pun tak dibolehkan. Entah bagaimana orang lain betah berlama-lama berada disana?
Alzean kembali menikmati waktunya sendiri sambil memikirkan Alana. Kembali terkekeh. Alzean tak menyangka jika dirinya kini sudah resmi berpacaran dengan Malaikat itu. Terkadang Alzean juga menginginkan Alana yang sedikit jahat dan tegas. Namun rasanya itu mustahil. Alana sudah mempunyai ciri tersendiri. Gadis itu berhati lembut dan tak akan pernah bisa membalas perlakuan orang lain terhadapnya.
“Alzean ....”
Alzean menoleh saat merasakan sentuhan lembut di pundaknya. Seketika bibirnya membentuk senyuman saat melihat Alana di belakangnya. Tak seperti biasanya. Kali ini wajah gadisnya terlihat sedikit tertekuk. Atau mungkin kurang menyenangkan.
“Kenapa mukanya gitu?” Alzean menarik tangan Alana. Membawa gadis itu duduk disampingnya.
Alana menggeleng pelan. “Maaf ....”
“Because?”
“Gue gak bisa anterin Lo balik.”
“Gak perlu minta maaf. Gue tau Lo juga punya urusan lain selain gue. Gue gak mau nuntut Lo sampe jadi beban. Cukup liat Lo tiap hari aja itu udah lebih dari cukup.”
“Tetep aja gue ngerasa gak enak.”
Alzean tersenyum tipis lalu mengambil sesuatu dari kantung celananya. Bukan sesuatu yang besar. Alzean hanya ingin memberikan sebuah ikat rambut berwarna hitam dengan hiasan bunga diatasnya untuk Alana. Tentunya Alzean tau Alana kurang menyukai sesuatu yang mahal dan berlebihan. Oleh karena itu dirinya hanya memberikan ikat rambut seharga lima ribu rupiah. Itupun ditawar oleh Bara yang kebetulan ikut bersamanya.
Alzean mengambil beberapa helai rambut Alana dan mengikatnya menjadi setengah bagian. Alzean menyukai semua tentang Alana. Namun rambut Alana adalah yang terindah. Saat rambut itu tergerai panjang Alzean semakin suka. Tetapi saat rambut itu terikat Alzean lebih menyukainya.
Alana meraba rambutnya lalu tersenyum tipis. “Iket rambut? Buat apa?”
“Supaya Lo selalu Inget gue tiap mau Iket rambut.” Alzean menatap Alana lama. “Mungkin Lo bakal anggep gue Lebay. Tapi emang ini kenyataannya. Gue pengen Lo selalu Inget gue.”
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
RandomDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...