“Jangan pernah menilai sesuatu hanya dari satu sudut pandang.”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
“Al.”
Alana menahan lengan Alzean yang hendak menyuapinya. Jujur. Dirinya sudah kenyang. Masakan Alzean memang lezat. Namun lelaki itu membuatnya terlalu banyak. Apalagi dengan jus mangga yang membuatnya semakin merasa kenyang.
“Kenapa?” Alzean menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Alana.
“Kenyang.”
Alzean tersenyum tipis lalu menyimpan piring dan jus mangga tadi ke tempat semula. Setelahnya lelaki itu kembali menatap Alana. Mata itu memancarkan harapan yang besar pada wanitanya.
Segera Alana memalingkan wajahnya. Entah mengapa kali ini dirinya merasa gugup. Tatapan itu terlihat berbeda. Lebih tulus dari biasanya. Bahkan sekarang jantungnya sudah berdetak lebih cepat dari biasanya.
“Al.” Alana meremat sprai saat merasa jika Alzean tak kunjung mengalihkan pandangannya.
“Janji bakal ngurus baby sama-sama?”
Kembali Alana menatap Alzean. Keduanya saling beradu pandang sebelum akhirnya bibir tipis Alana membentuk senyuman kecil. Tangannya tergerak untuk menggenggam tangan kekar Alzean.
“Kenapa nanya gitu? Takut kalau aku bakal ning---”
Alzean segera meletakkan jari telunjuknya di bibir Alana. “Jangan ngomong gitu.”
Senyum tadi berubah menjadi tawa. Menambah kesan manis pada wajah Alana. Mungkin Alzean terlalu memikirkan tentang dirinya dan calon buah hatinya. Seharusnya suaminya itu tidak perlu terlalu berlebihan.
“Kita bakal ngurus baby sama-sama. Ngerti? Bukan cuma kita. Banyak orang yang sayang sama dia. Gak ada yang perlu di khawatirin.”
“Bukan itu. Aku takut baby jadi kayak aku. Kasar, br*ngsek, egois, selalu mau menang sendiri.”
“Siapa bilang kamu gitu? Enggak. Kamu baik. Kamu hebat. Kamu udah jadi yang terbaik buat aku. Tau gak, sih, Al? Mungkin kalau bukan kamu gak ada yang bakal keluarin aku dari masalah yang buat aku terpuruk selama bertahun-tahun. Mungkin aku gak bisa lagi ketemu cowok kayak kamu. Mungkin ada yang lebih baik. Tapi kamu yang terbaik. Singkatnya gini. Jangan pernah nilai diri kamu sendiri dari satu sudut pandang. Liat juga kelebihan yang ada di diri kamu.”
Penjelasan panjang dari Alana berhasil membuat perasaan Alzean menjadi lebih baik. Beban pikirannya seolah tersingkir. Sudah berhari-hari lelaki itu memikirkan tentang calon buah hatinya. Bagaimana jika bayi yang belum di ketahui jenis kelaminnya itu akan menuruni sifatnya? Bagaimana jika anaknya akan menjadi sosok yang kasar dan egois? Dan bagaimana dirinya akan menghadapi anaknya? Semua itu terus berputar-putar di otaknya.
Namun setelah mendengar penjelasan Alana, tiba-tiba saja Alzean menjadi yakin jika dirinya bisa mendidik anaknya. Tidak peduli tentang jenis kelaminnya. Alzean akan mendidiknya menjadi seperti Alana. Setidaknya jangan sampai mengikuti sifatnya yang mudah terpancing emosi.
Genggaman tangan Alana menjadi semakin kuat. Kali ini Alzean membalas genggaman itu. Matanya menunjukkan cinta yang besar. Setiap detiknya perasaan itu semakin bertambah. Ya! Wajah Alana selalu menjadi candu untuk Alzean. Kebaikan hatinya akan selalu menjadi kenangan terindah yang akan membekas di hati Alzean kelak. Senyuman manis itu akan membuat bingkai dalam hatinya. Dan sentuhan lembut dari Alana akan selalu menjadi yang ternyaman untuknya.
Sepertinya takdir memang sengaja mempertemukan mereka. Bahkan saat dunia mencoba memisahkan. Takdir membuat mereka kembali. Cinta yang tulus bukan datang sendiri. Namun di gali dengan menerima kekurangan masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
RandomDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...