“Saat kamu mendapat satu kegagalan. Bukan berarti kamu kalah.”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
Alana membuka matanya perlahan saat merasakan sesuatu yang berat menindih perutnya. Diliriknya Alzean yang masih tertidur sambil memeluk tubuhnya. Wajahnya damai. Namun tidak dengan sikapnya semalam. Alzean benar-benar hampir menyakitinya.
Bahkan seluruh tubuhnya terasa sakit akibat perlakuan Alzean semalam. Lelaki bertubuh tinggi itu bermain terlalu kasar hingga membuat Alana yakin jika selepas ini dirinya tidak akan bisa berjalan selama beberapa hari.
Alana menyingkirkan tangan Alzean dari perutnya perlahan. Wanita itu mengubah posisinya menjadi duduk. Menutupi seluruh tubuhnya yang tidak dilapisi oleh apapun. Cuaca juga mendung. Membuatnya semakin nyaman bersembunyi didalam selimut.
Bola mata berwarna hitam kecoklatan itu menatap lurus kedepan. Mengingat kembali kejadian semalam. Tanpa di minta buliran bening yang sedari tadi tertahan di pelupuk mata terjatuh hingga membasahi pipi Alana. Rasanya seperti ada batu besar yang baru saja menghantam dirinya.
“Kenapa, Al ...,” lirihnya pilu.
Alana merasakan air matanya di hapus dengan lembut oleh seseorang. Tentu Alana tau siapa pemilik tangan kekar itu. Namun kepalanya enggan menoleh. Alana masih mempertahankan posisinya tanpa mau melirik Alzean.
“Sorry ....” Hanya itu kalimat yang bisa keluar dari bibir tipis Alzean.
“Segampang itu Lo bilang sorry?”
Alana tertawa hambar. Wanita itu tidak menyangka jika Alzean bisa menjadi seperti sekarang. Dengan mudahnya lelaki itu melupakan janji yang telah ia buat sendiri. Alana takut jika sesuatu tumbuh di rahimnya sebelum dirinya lulus sekolah.
Tidak ada yang bisa Alzean lakukan selain hanya diam mendengarkan. Alana berhak marah. Yang Alzean lakukan sekarang sudah kelewat batas. Harusnya Alana tidak menjadi korban keegoisannya.
“Lo udah keterlaluan, Al!”
“Gue tau.”
“Lo udah janji sama gue gak bakal ngelakuin itu sebelum lulus, ‘kan? Terus sekarang apa?! Lo pengkhianat tau gak?!”
Alzean menghela nafasnya lalu menarik Alana kedalam pelukannya. Membiarkan gadis itu memukul dada bidangnya sebagai bentuk kemarahan. Alzean tidak mempersalahkan hal itu. Asal kemarahan Alana bisa reda apapun akan ia lakukan.
“Gue pengkhianat. Gue pengecut. Gue egois. Gue gak pantes buat Lo. Gue terlalu jahat buat Lo. Gue selalu mentingin diri gue sendiri tanpa mikirin perasaan lo.”
Alana langsung mendongak saat mendengar pernyataan Alzean barusan. Tersirat penyesalan yang mendalam dalam mata lelaki itu. Alana bisa melihat dengan jelas jika Alzean sedang terpuruk.
Alzean menatap Alana lama. “Maaf buat semuanya ...,” lirihnya.
Tidak ada balasan yang keluar dari mulut Alana. Wanita itu masih menatap mata indah Alzean. Menyelami setiap bentuk penyesalan dalam mata itu. Ada banyak luka. Alana bisa melihat banyak kesakitan dalam mata itu.
Namun bagaimanapun Alana sudah terlanjur kecewa atas sikap Alzean. Wanita itu belum bisa menerima semuanya walaupun dirinya sudah berusaha. Alana bisa menerima permintaan maaf Alzean. Namun wanita itu belum bisa menerima apa yang sudah terjadi semalam.
Alana memutuskan kontak mata itu secara tiba-tiba. Tubuhnya bergerak perlahan menjauhi Alzean. Seluruh anggota tubuhnya benar-benar terasa sakit dan nyeri. Namun Alana tidak boleh terlihat lemah hanya karena hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
RandomDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...