ALANA ||KEPUTUSAN UNTUK TINGGAL SEMENTARA

1.3K 25 6
                                    

“Tuhan menciptakan manusia dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Tak ada yang sempurna dan tak ada pula yang terburuk. Jadi berhentilah membenci dirimu sendiri.”

- Alana Zealinne Artharendra

•••

Aqila menatap Alzean yang baru sampai diambang pintu tajam. Bagaimana bisa lelaki itu pergi tanpa pamit dahulu kepadanya? Apalagi keadaannya yang masih lemah. Bukannya tak mau memberi kebebasan pada Alzean. Namun Aqila masih khawatir pada putranya itu. Pasalnya pelaku yang menembaknya tempo hari belum juga ditemukan keberadaannya.

Wanita paruh baya itu sudah berkacak pinggang bersiap untuk memarahi Alzean. Namun tak butuh waktu lama hingga tatapan tajam itu berubah menjadi tatapan berbinar sesaat setelah sosok Alana berjalan masuk kedalam rumahnya.

“Alana!” Aqila memekik dan langsung memeluk tubuh Alana. Sebenarnya baru satu hari mereka tak bertemu. Namun entah mengapa Aqila sudah begitu merindukannya.

Alana tersenyum tipis dan mulai membalas pelukan hangat itu. Pelukan yang hanya ia dapatkan dari Aqila. Bahkan orang tuanya sendiri pun tak pernah memeluknya seperti ini. Semuanya hanya peduli pada Alona. Bukan dirinya.

Alzean segera melangkah masuk kedalam rumahnya sebelum angin berhembus semakin kencang. Melihat bagaimana perhatian Aqila pada Alana membuatnya tersenyum tipis. Entah mengapa namun mereka seperti memiliki ikatan yang dirinya sendiri pun tak tau ikatan apa itu. Alzean hanya bisa berpikir bahwa Aqila tengah berusaha untuk membuat Alana merasakan kasih sayang seorang ibu melalui hal-hal kecil yang ia lakukan.

“Jadi kamu tadi abis dari rumah Alana?” Aqila menatap Alzean penasaran.

“Cuma bentar. Abis itu jalan-jalan.”

“Kenapa gak izin sama Bunda dulu?! Kamu tau, ‘kan kalau kamu itu masih sakit? Kalau kenapa-kenapa lagi gimana?!”

Alzean menghembuskan nafasnya kasar. “Bisa ikut Alzean bentar? Alzean mau ngomong sesuatu berdua sama Bunda.”

“Mau ngapain?”

“Ikut aja, Bun.”

Walaupun bingung, Aqila tetap mengikuti langkah Alzean menuju teras rumahnya. Aqila baru sadar jika wajah Alzean kali ini terlihat begitu serius. Tak seperti biasanya.

Alana yang melihat itu hanya bisa menghela nafasnya. Gadis itu memutuskan untuk duduk diatas sofa sambil menunggu Alzean dan Aqila. Sebenarnya perutnya sedikit sakit karena tadi terlalu banyak menuangkan cabai di kuah baksonya. Namun Alana memilih acuh. Toh sakitnya juga tak akan bertahan lama.

Aqila melipat kedua tangannya didepan dada. Membiarkan Alzean menceritakan semua yang terjadi di rumah Alana tadi. Menurutnya Alvin memang sudah keterlaluan. Namun bagaimanapun Alzean tak boleh bersikap tidak sopan pada yang lebih tua. Aqila tak pernah mengajarkannya.

“Om Alvin emang udah keterlaluan, Al. Tapi kamu gak boleh nendang dia kayak gitu. Bagaimana pun dia lebih tua dari kamu,” tegurnya setelah merasa Alzean telah menyelesaikan ceritanya.

“Maaf ....”

“Jadi sekarang gimana?”

“Alzean pengen Alana tinggal disini buat sementara waktu sampe orang tuanya sadar. Gak mungkin Alana tinggal disana, Bun. Semua orang Disana gak ada yang baik sama dia.”

“Termasuk Alona?”

“Jangan harepin dia. Justru dia yang sering fitnah Alana. Dia yang sering hasut orang tua Alana buat benci sama dia.”

“Bunda gak nyangka ternyata dia sejahat itu. Padahal keliatannya dia baik banget.”

“Jadi gimana? Apa Bunda ngizinin kalo Alana sementara tinggal disini?”

ALANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang