“Jangan pernah mengharapkan orang lain dalam hidupmu. Mulai sekarang belajarlah untuk mempercayakan semuanya pada dirimu sendiri.”
- Alana Zealinne Artharendra
•••
Alzean memutuskan untuk kembali ke markas setelah menyelesaikan acara pemakaman Naira. Malam ini juga Naira sudah harus beristirahat dengan tenang di tempat terakhirnya. Alzean tidak tega melihat mayat Gadis itu. Perasaan bersalah terus menghantui pikirannya.
Tangan kekar itu tergerak untuk membuka pintu utama markas Avaluenz. Wajahnya tertekuk lesu. Masih ada rasa tidak rela di hati Alzean kala mengingat kepergian Naira yang begitu mengenaskan. Tanpa persetujuannya dahulu tuhan mengambil Naira begitu saja. Meninggalkan banyak kenangan yang menimbulkan luka mendalam di hati setiap anggota Avaluenz.
Alzean berjalan masuk kedalam markas tanpa menyadari jika sedari tadi sesosok lelaki bertubuh tinggi tengah menatapnya tajam. Tak butuh waktu lama hingga lelaki itu melayangkan tinjuannya di wajah tampan Alzean. Bukan hanya sekali. Namun berkali-kali.
“Kali ini Lo udah keterlaluan!” Leo menarik dengan kasar kerah kemeja yang dikenakan Alzean. Matanya memerah menahan emosi.
“Karena Lo Naira pergi, Al! Lo udah gagal jagain anggota Lo sendiri! Lo lemah! Lo pengecut! Lo gak pantes disebut ketua!”
Alzean langsung menendang perut Leo saat mendengar kalimat menyakitkan yang di lontarkan lelaki itu. Alzean tau jika kematian Naira adalah sebagian dari kesalahannya. Namun bukan berarti jika hal itu sepenuhnya salahnya. Leo menuduhnya tanpa mencari tau yang sebenarnya terlebih dahulu.
“Semua ini bukan sepenuhnya salah gue!” balas Alzean dengan tatapan mematikan.
“Terus siapa yang salah? Raskar? Iya dia salah. Tapi kesalahan Lo jauh lebih besar daripada dia. Harusnya Lo bisa lebih hati-hati! Lo gak bisa korbanin anggota yang lain demi kepentingan Lo sendiri!”
“Lo nuduh gue tanpa tau yang sebenernya! Gue gak pernah minta Naira buat lindungin gue! Semua ini murni kemauannya sendiri. Kalau tau bakal kayak gini! Mana mungkin gue biarin dia ikut tawuran!”
“Terus kenapa Lo gak larang dia ikut tawuran?!”
“Karena gue pikir semua ini gak bakal terjadi!”
“Itu artinya pemikiran Lo gak luas, Al! Lo gak pantes jadi ketua Avaluenz! Lo gak pantes jadi pemimpin diantara kita! Lo egois!”
Alzean menatap Leo dengan tatapan yang sulit diartikan. Kata-kata lelaki itu sudah sangat keterlaluan. Alzean tidak suka saat seseorang meragukan kemampuannya. Alzean tidak suka di remehkan. Dan Alzean tidak suka disalahkan.
“Kalo gitu kenapa gak Lo aja yang jadi ketua?!”
“Gue bisa jadi ketua! Dan gue bisa usir Lo dari sini! Lo udah gak pantes jadi pemilik Avaluenz! Lo lemah!”
Alzean tersenyum remeh. “Walaupun Lo gak usir pun gue bakal tetep pergi dari sini! Silahkan nikmatin jabatan Lo sebagai ketua! Gue gak butuh jabatan itu lagi! Dan gue harap Lo bisa urus Avaluenz dengan baik!”
“Lo gak perlu khawatir! Gue bisa urus gang ini lebih baik daripada Lo!”
“Kita liat aja nanti!”
Alzean menatap Leo tajam sebelum benar-benar keluar dari Markas. Sebenarnya lelaki itu tidak yakin jika Leo bisa menjaga Avaluenz dengan baik. Alzean tentu mengetahui bagaimana watak sahabatnya itu. Leo terlalu pemarah untuk menjadi ketua yang bijak.
“Lo gila?!”
Suara bariton itu berhasil mengalihkan perhatian Leo. Tidak ada kalimat balasan yang keluar dari bibir tipis berwarna merah jambu itu. Hanya tatapan remeh yang Leo berikan pada seseorang yang kini berada dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA (END)
RandomDiabaikan Orangtua. Diabaikan sahabat kecil. Diabaikan keluarga. Diabaikan semua orang. Dijadikan pelampiasan. Disakiti secara halus. Selalu dikecewakan. Selalu merasa terpuruk. Tak pernah dihargai. Tak pernah dianggap ada. Selalu disalahk...