Prolog

689 18 1
                                    

Lampu pijar, musik klasik, orang-orang kaya dan rupawan. Andai saja aku bisa sama seperti mereka, tapi bisa membeli makan untuk besok saja rasanya sudah lebih dari cukup.

"Pal!!"

Aku tersentak kaget lalu menoleh dan bergegas menghampiri kepala pelayan rumah besar tempat aku bekerja di istana kerajaan ini.

"Jangan bengong gitu dong. Itu liat, nampan kosong langsung ambil, piring-piring sama gelas yang udah kosong langsung ambil terus bawa lagi yang baru dari dapur. Cepet!! cepet!!"

Aku pun bergegas pergi menghampiri meja hidangan dan mengambil nampan yang sudah kosong.

"Salam.. pangeran Edgar Neil William,"

Seorang pria yang memiliki paras tampan, dingin, namun tatapannya tetap tajam meski raut wajahnya terlihat datar.

Pria yang duduk di singgasananya itu pun melirik ke arah seorang bangsawan serta istrinya yang berhenti di hadapannya. Mereka berdua membungkuk sedikit dan kembali berdiri tegak.

"Salam sejahtera dari Ubrainy. Saya, Zolghart selaku pemimpin dari Ubrainy, beserta istri saya, mengucapkan turut senang karna anda mengundang kami di acara perayaan umur anda yang menginjak 26 di hari ini. Sebagai ucapan selamat, kami telah membawakan sedikit oleh-oleh dari wilayah kecil penghasil anggur terbaik di negeri ini untuk anda. Mohon di terima," ucapnya.

Pangeran Edgar berkedip pelan lalu dia mengangguk.

"Terimakasih karna sudah hadir dalam pesta yang tidak seberapa ini," ucapnya.

"T-Tidak pangeran.. kami yang seharusnya sangat sangat berterimakasih pada anda," kata Zolghart menunduk.

Zolghart dan istrinya terdiam lalu mereka menoleh ke arah pintu dapur karna anggur yang mereka bawa masih juga belum datang.

"Nauval!!! Heh Nauval!!"

Aku yang sedang berdiri di ambang pintu dapur, tersentak mendengar suara kepala pelayan berbisik kesal memanggilku.

"Cepetan itu bawa!! Kenapa malah bengong!!"

Aku terkejut karna nampan berisi gelas dan sebotol anggur yang ada di tanganku ini ternyata harus di antarkan pada pangeran mereka.

"Kenapa malah anak baru itu?"

"Siapa sih yang ngasih dia anggurnya?" Bentak kepala pelayan kesal.

Aku merasa semakin ketakutan karna harus membawakan sebuah hadiah yang nilainya tidak bisa dia gantikan meski dengan nyawaku sendiri.

Kedua kakiku tiba-tiba terasa ngilu, tapi aku terus  melangkah. Tatapan kosong yang menusuk dari pangeran Edgar membuat aku semakin gugup.

Saat sudah hampir tiba, aku yang berpapasan dengan sesama pelayan, tersandung lalu terjatuh ke depan.

Semua orang terkejut hebat karna teko itu jatuh tepat ke pangkuan pangeran Edgar.

"WOI!!!" Bentak Zolghart.

Aku yang terjatuh di lantai, mendongak lalu terkejut dan mengangkat tangan karna para penjaga mengarahkan tombak mereka mengelilingi ku.

Dengan perasaan semakin gusar dan ketakutan, aku hanya terdiam pasrah sambil menundukkan kepalanya.

"Ini enak,"

Semua orang termasuk aku terperangah melihat pangeran menjilat tangannya yang basah sambil terus menatap ku dengan dingin.

"Aku baru melihat mu disini. Siapa nama mu?" Tanya pangeran Edgar.

"P-Permisi pangeran,"

Pangeran Edgar melirik melihat kepala pelayan muncul dan berdiri di sampingku.

"M-Maaf kan saya, dia pelayan baru disini--"
"Aku tidak bertanya padamu,"

Pak kepala pelayan langsung bergidik karna pangeran memotong kalimatnya.

"Jadi, siapa namamu?" Tanya lagi.

"N-Nauval pangeran," jawabku terbata-bata.

"Umur?" Tanyanya lagi.

"Emm.. tahun ini 13 pangeran,"

Aku terdiam karna pangeran hanya menatapku dengan matanya yang begitu menawan.

"Berdiri,"

Para penjaga menarik tombak mereka dan berdiri tegak, lalu aku pun perlahan ikut bangkit berdiri.

"Hernes,"

Seorang pria yang berdiri tegak dan tampak elegan, menghampiri dan berdiri di sebelah pangeran.

"Siapkan pakaian ganti dan kursi untuknya,"

Semua orang tertegun mendengar itu.

Pria bernama Hernes langsung melirik tajam ke arahku.

"Baik pangeran, segera saya laksanakan,"

Hernes pergi menghampiri ku masih dengan tatapan matanya yang mengancam.

"Ikut aku, budak rendahan,"

Siapa yang tidak takut? Tapi aku tidak boleh menolaknya karna ini perintah pangeran. Lagi pula, jika aku di keluarkan dari istana, aku lebih memilih untuk di hukum mati karna aku tidak punya tempat lain selain disini.

Pangeran dan PelayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang