Peran

61 12 3
                                    

Duduk bersandar di dinding rumah tanpa penghuni dengan tatapan kosong, mengingat obrolannya dengan Nauval kemarin.

******

*Hoeeek..

Dengan dahi berkeringat dan nafas berat, Nauval memuntahkan isi perutnya di toilet.

"Apa segitu buruknya makanan koki ku?" Tanya Vitrza bersandar di pintu toilet dengan kedua tangan di lipat di dadanya.

Nauval yang terengah-engah, terkekeh menoleh ke arah Vitrza.

"Aku sudah biasa makan apa saja yang ada sejak tinggal bersama keluargaku," kata Nauval.

"Oh, keluarga busuk yang kamu ceritakan padaku itu? Mungkin kalau aku memusnahkan desamu lebih awal dan kita bertemu, kamu tidak akan tersiksa separah itu," kata Vitrza.

"Hehe, kurasa aku tidak akan mau ikut dengan orang yang membunuh orang lain di depan mata aku," ucap Nauval.

Jari Vitrza berkedut saat melihat Nauval berusaha berdiri dengan kakinya yang gemetar.

"Yah, aku hanya pusing, alasan aku mual bukan karna makanannya. Jadi jangan marahi para koki lagi," kata Nauval tersenyum dengan wajah pucat.

"Aku tidak paham. Apa selama kamu mendapatkan siksaan dan di perlakukan tidak adil dari orang tua mu, kamu tetap tersenyum seperti itu?" Tanya Vitrza.

"Hehe iya. Setidaknya mereka merawat ku dan aku menganggap mereka orang tua yang telah melahirkan ku. Apa paman tidak sayang pada orang tua paman?" Tanya Nauval.

"Aku tidak punya orang tua. Aku tumbuh bersama para Pasukan Pemberontak dan juga Serbia sampai sekarang," katanya berbalik lalu kembali ke tempat tidurnya dan duduk bersandar disana.

Vitrza melihat Nauval pergi ke sudut kamar, membersihkan debu di lantai lalu perlahan duduk disana.

"Apa yang kau lakukan disana?" Tanya Vitrza.

"Tidur??" Tanya Nauval heran.

"Naik kesini,"

Nauval terdiam sejenak lalu dia naik ke atas kasur Vitrza.

"Apa paman mendapatkan perlakuan buruk dari orang tua paman lalu ikut dengan Pasukan Pemberontak?" Tanya Nauval.

"Tidak. Aku hanya tidak tau siapa orang tuaku. Aku hanya ingat sudah ada di tempat ini, lalu mereka menjadikan aku pemimpin mereka untuk menyerang kerajaan," kata Vitrza memejamkan matanya.

Mata Vitrza perlahan terbuka, Nauval melihat tatapan matanya seolah menunjukkan kegelisahan, kesedihan dan kekosongan yang sudah sangat lama mengganggu pikirannya.

"Aku tidak pernah tau aku ini apa, aku ini siapa, kenapa aku ada di dunia ini. Aku bahkan tidak tau orang tua yang melahirkan ku. Seperti apa rupa mereka, apakah mereka juga berada di dalam Pasukan Pemberontak? Atau mereka dari suatu desa kecil yang pernah aku hancurkan dan secara tidak langsung aku membunuh mereka?" kata Vitrza pelan.

Mata Vitrza gemetar termenung menatap lurus ke depan. Tapi matanya mulai tersadar lalu dia melirik melihat Nauval menggenggam tangannya dengan senyumannya yang menenangkan.

"Ingin coba di bicarakan?" Tanya Nauval sambil kembali menarik tangannya.

"Apa yang perlu di bicarakan? Semuanya tidak penting. Aku, hidupku, yang selama ini kulakukan, dan mereka semua yang ada disini, semuanya palsu. Aku sama sekali tidak mengincar kehormatan apalagi ingin menjadi pemimpin mereka," ucap Vitrza.

"Tapi Paman perduli pada mereka kan?"

Vitrza berkedip melirik ke arah Nauval.

"Jika paman tidak perduli, paman tidak mungkin mengambil peran yang bahkan paman sendiri tidak inginkan. Mereka semua yang ada disini adalah keluarga paman, yang hidup dan tumbuh bersama paman sejak kecil. Itu yang membuat ikatan kalian tetap kuat. Iya kan?" Tanya Nauval.

Pangeran dan PelayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang