Keluarga Satu-satunya

59 11 1
                                    

Hujan, panas, bersalju, anak berumur 8 tahun yang berada di kamarnya terlihat kesepian, duduk di depan jendela sambil memperhatikan gerbang istana. Saat melihat ada rombongan pasukan memasuki gerbang, wajahnya langsung berubah cerah dan dia bergegas pergi keluar.

"Fuu!!"

Fuu yang baru saja selesai memberikan hormat sapa pada pangeran Edgar bersama Galiun dan pasukannya, menoleh lalu tersenyum menangkap adiknya.

"Haha sampai segitunya. Kamu tidak nakal dan menyusahkan Yang Mulia kan?" Tanya Fuu tersenyum senang.

"Dia tidak pernah keluar dari kamarnya," ucap pangeran.

"Dasar merepotkan. Jadi aku yang harus mengantarkan makanan untuknya," celetuk Hernes kesal.

Kedua alis Fuu menekuk melihat pangeran Edgar. Lalu menoleh ke arah adiknya yang menunduk gemetar sambil mencengkram tangannya.

"Maaf tuan Hernes, dia masih takut dengan orang lain. Lain kali saya akan ajarkan agar tidak merepotkan lagi, terimakasih," ucap Fuu tersenyum lalu pamit pada semua orang untuk kembali ke kamar mereka.

Semua orang terdiam memperhatikan 2 anak laki-laki itu pergi.

"Aku tidak akan menyalahkan nya. Untuk anak kecil, melihat pembantaian besar-besaran di desanya memang sangat kejam," ucap Galiun.

"Iya, aku paham. Aku harap ada seorang anak seumuran nya yang dapat menjadi teman mereka," kata pangeran.

Saat kakaknya berlatih, Ta menontonnya dari kejauhan. Dia tidak pernah terlepas dari kakaknya jika dia ada di istana. Tapi saat pasukan pertama pergi, Ta hanya mengurung diri di kamar.

"Kamu sedang apa?" Tanya Fuu yang baru selesai mandi melihat adiknya sedang fokus merajut sesuatu.

"Aku.. saat bersalju kan di luar dingin, tidak seperti disini. Aku.. membuat syal untukmu," kata Ta malu.

"Syal? Oh iya, kamu pernah di ajari ibu yah?" Tanya Fuu menyeringai.

Dengan wajah tersipu Ta mengangguk pelan.

Setelah selesai dan mencobanya, Ta senang karna kakaknya sangat menyukainya.

"Hei Fuu,"

Fuu yang berada di garis depan, melihat Galiun datang menghampirinya.

"Iya komandan?" Tanya Fuu bangkit berdiri.

"Aku ingin kamu kembali ke istana, adik mu sakit karna tidak makan sejak kita pergi 3 hari yang lalu,"

"Tidak mau makan?" Tanya Fuu terheran.

Saat Fuu kembali, dia melihat Ta sedang di rawat oleh Porka yang kebetulan sedang berada di istana. Wajahnya terlihat lemas dan pucat, Fuu yang tidak tega memegang tangan adiknya yang terasa dingin.

"Kenapa kamu tidak mau makan?" Tanya Fuu.

Ta yang berbaring di kasur menggeleng dengan mata berkaca-kaca lalu dia berbalik membelakangi kakaknya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Jangan begitu, hawa panas di tubuhmu nanti tidak mau keluar," ucap Porka menarik selimut Ta.

"Maaf komandan. Biar saya saja, terimakasih," kata Fuu tersenyum.

"Kalau ada apa-apa langsung panggil aku yah," ucap Porka.

Fuu mendengus dan mengangguk.

Setelah Porka keluar dan menutup pintu, suasana di kamar menjadi sangat hening.

"Aku keluar dari pasukan,"

Ta langsung membuka selimutnya dan bangkit duduk melihat kakaknya.

"Kenapa?" Tanyanya memelas.

Pangeran dan PelayanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang