PROLOG

19.2K 367 10
                                    


*Adegan tersebut adalah tayangan dari curhatan anak gadis itu di masa lalu.

•••

Panti asuhan Pelita Bunda, tempat yang menjadi rumah kedua bagi anak-anak yang kehilangan orang tua, tampak dari wajah mereka yang begitu ceria saat bermain, semuanya terlihat asyik dan gembira, terkecuali gadis berumur sembilan tahun itu memilih melihat saja di depan kamarnya, detik kemudian ia berlalu ke meja belajarnya dan menuliskan sesuatu di sana.

Kata bunda, mereka mengkhianati ayah, mereka adalah orang terdekat ayah dan bunda. Saat itu bunda menangis sambil menutup mulutnya dengan tangan, bunda terus menatap dari celah pintu yang sedikit terbuka, aku ingin tahu tapi aku tidak bisa.

Aku mendengar suara ayah yang sedang marah di luar, dan aku juga mendengar suara perempuan dan laki-laki ikut marah, aku ingin tahu tapi aku tidak bisa.

“Demi apapun aku sangat puas melihat kehancuran Kak Arga, sebentar lagi apa yang aku rasakan selama ini akan Kakak rasakan bersama istri dan anak-anak Kakak!” kecam gadis itu tersenyum miring.

“Silahkan, mau harta ataupun nyawa saya sekalipun yang kalian renggut tidak akan menjadikan saya manusia paling rendah di dunia ini, karena sejatinya manusia rendahan sebenarnya adalah kalian!” pungkas Argalingga, wajahnya begitu datar namun tidak dengan perasaannya.

Kekecewaan paling dalam telah berhasil di torehkan adik perempuannya, belum lagi para sahabatnya yang telah menipunya, semua harta dan perusahaan Arga berhasil mereka tindas tanpa ada rasa kasihan.

Di dalam kamar anak-anak mereka, Nauri–istri Arga tengah mencoret sebuah buku di meja belajar putrinya, ia menuliskan semua pengkhianatan yang di terima oleh suaminya dari orang-orang terdekat mereka. Kelak, tulisannya ini akan menjadi senjata untuk anak-anaknya agar bisa membalaskan kejahatan yang orang-orang itu lakukan terhadap keluarga mereka.

Ya, Nauri sengaja menuliskan kejadian ini. Karena keadilan tidak boleh tidur untuk mereka.

Nauri beranjak ke pintu kamar itu, ia menatap suasana di luar yang masih penuh ketegangan, ia menatap iba suaminya yang telah di khianati oleh adiknya sendiri, detik kemudian ia menatap kedua anaknya yang berada di ranjang, ia terkejut melihat putrinya tengah duduk dan menatapnya dengan bingung.

“Bunda ngapain?” tanya perempuan berusia tujuh tahun itu menghampiri Nauri sambil mengucek matanya.

Nauri memeluk bocah itu dan mendudukkannya di sebelahnya, ia meletakkan kepala putrinya di dadanya dan menempelkan pipinya di puncak kepala anaknya itu.

“Mereka mengkhianati kita, nak.” hanya itu kata yang diucapkan Nauri, ia hanya mengeluarkan rasa sesak di dalam dadanya, Nauri pikir kalimatnya barusan tidak akan di pahami oleh anaknya, Nauri pikir dengan mengatakan itu hanya sebagai lampiasan atas kekesalan dirinya atas perbuatan manusia bejat terhadap suaminya.

Nauri pikir kalimat itu hanya akan menjadi sebuah penuturan oleh anaknya, rupanya kalimat tersebut tertanam dalam di pikirannya, terbenam hingga menjadi sebuah dendam.

Saat itu hari sedang hujan, aku dan adikku tengah tertidur lelap tapi tiba-tiba ayah membangunkan kami, saat bangun aku melihat bunda membawa dua tas besar, ayah terlihat tergesa-gesa memangku kami, aku ingin bertanya tapi tidak bisa.

AFKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang