-Untuk senyuman yang menjadi duniaku-
...
Seluruh teman kelas Shaheen sudah berada di rumahnya. Jenazah Rinai baru saja selesai di otopsi. Polisi menyatakan jika Rinai dibunuh dengan beberapa kali tusukan bagian perut dan pelaku juga membenturkan kepalanya.
Waktu kejadian pukul tiga pagi. Sekarang seluruh orang yang melayat ke sana sudah mengambil posisi duduk untuk melantunkan surah yasin, semua siswa kelas sebelas ipa satu juga tengah mengaji disana.
Sedangkan Shaheen, gadis itu masih belum sadarkan diri setelah jenazah Rinai pulang dari rumah sakit. Sekarang Rindu beserta beberapa orang temannya tengah menemaninya di kamar Rinai.
"Sha.. Bangun," Rindu menyisipkan rambut Shaheen yang menutupi matanya.
Semua yang ada disana menatap sedih keadaan Shaheen, wajahnya yang pucat dengan mata yang sembab dan bibir yang kering.
Diluar beberapa gerombolan laki-laki baru saja datang. Afkar, langsung berlari memasuki rumah itu, sesampainya didalam ia tak melihat keberadaan Shaheen disana. Hingga Lisa, wali kelas ipa satu yang mengetahui kedatangan mereka, berdiri menghampiri Afkar dan kawan-kawan.
"Afkar, Alam kalian datang?" Lisa menatap ke-enam pria kelas dua belas itu yakni Afkar, Alam, Dewa, Restu, Sachio dan Bromo.
Afkar mengangguk dengan wajah paniknya. "Iya, buk. Shaheen dimana buk?" tanya Afkar to the point.
"Dikamar bundanya, disana." Tunjuk Lisa pada sebuah kamar yang terbuka di ujung kanan.
Dengan cepat Afkar melangkah ke sana, tiga orang temannya ikut masuk sedangkan Sachio dan Bromo memilih duduk di pengajian bersama adik kelas.
"Shaa?" lirih Afkar setiba disana.
Rindu yang melihat itu sontak berdiri.
"Kalian boleh keluar dulu. Shaheen butuh privasi." Tutur Restu kepada tiga orang cewek, teman kelas Shaheen.
Mereka sempat terkejut melihat kedatangan empat cowok langka disana. Namun, mengingat kondisi mereka langsung patuh dengan ucapan Restu dan pergi dari sana.
Afkar mengelus pipi Shaheen dengan perasaan yang tak bisa diuraikan. Jiwanya begitu sakit melihat wanitanya terbaring lemah seperti ini. Bahkan dia merasa marah dengan dirinya yang tidak bisa melindungi Shaheen dan Rinai.
"Udah 20 menit Shaheen pingsan, gimana ini Kak!" ulas Rindu dengan kedua mata yang sudah basah.
Sebagai sahabat Shaheen, Rindu tentu juga merasakan sakitnya. Meskipun persahabatan mereka terbilang masih singkat tapi dia dan bunda Rinai juga sudah akrab.
"Sayang, bangun. Ini aku." Lirih Afkar didepan wajah Shaheen yang masih belum bergeming.
"Shaheen pasti terpukul banget, Kar." Imbuh Alam menatap iba.
"Apa sebaiknya kita bawa kerumah sakit aja?" timpal Dewa khawatir.
Entah kenapa saat mendengar berita duka dari Shaheen, hati mereka ikut terpukul seakan sakit yang dialami gadis itu begitu terasa di diri mereka. Kehilangan orang tua dengan cara yang tidak wajar, akan membuat luka yang sangat dalam bagi Shaheen, penyesalan akan selalu menikam jiwa perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFKAR
Teen FictionTerbit! TYPO BERTEBARAN DIMANA MANA! PASSWORD : FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TERIMAKASIH. -Untuk senyuman yang menjadi duniaku- Tentang sebuah persembunyian geng motor yang tak terkalahkan, dinobatkan sebagai raja jalanan, membuat posisi itu banyak...