Waktu menunjukkan pukul 10 malam, Afkar masih belum sadarkan diri pasca kecelakaan yang disengaja oleh Alastar, keduanya masih belum siuman.
“Sebenarnya Alastar itu baik, cuma agak songong aja!” ketus Dewa berada disamping brankar cowok itu.
“Bedanya sama lu apa, elah!” ketus Akhasa menatap sinis kearah Dewa.
“Beda gue sama lo, ya banyak lah. Gue ganteng, sedangkan lo burik!” cibir cowok itu percaya diri.
“Gantengan gue kali!” colosnya tak terima.
“Gue yang paling tampan serta tidak sombong, diem aja ya!” balas Langit merasa jengah.
Kedua geng BM dan Devilsclub saat ini memang berada di ruangan Afkar dan Alastar di rawat. Tak lama Alastar mulai sadar.
“Si bos sadar!” seloroh Darren menepuk bahu Asean.
“Tar?” ujar Asean mendekat.
“Gue dimana?”
“Di surga ilahi!” jawab Restu ikut menimpali.
“Ck! Dia bukan teman lo!” ketus Darren.
“Yang mau jadi teman dia siapa?”
“Akh! Bocah sialan itu kenapa belum sadar?” tanya Alastar menatap Afkar disampingnya.
“Dia lebih parah dari lo!” jawab Bromo.
“Thanks, bro. Lo udah nyelamatin ketua kita.” Alam meninju kecil bahu cowok itu.
“Ck, kalau dia mati, bokap gue ikut repot!” alibinya sedikit gengsi.
Tak lama Afkar mulai sadar juga, ia memegangi kepalanya berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam korneanya.
“Gue dimana, Res?” tanya Afkar merasa pusing.
“Di su____” seketika ucapan Darren tergantung saat Afkar menatapnya begitupun seluruh yang ada disana ikut memandang kearahnya.
Sial, padahal Afkar hanya menatap dia dengan pandangan sayu, tapi tetap aja nyalinya menciut.
“Di sumah sakit..hehe.” lanjutnya cengengesan. Niatnya yang ingin membalas perbuatan Restu malah berakhir gemetaran.
“Gimana bos, mana yang sakit?” tanya Dewa sedikit cemas.
“Sedikit.” Tak lama ingatan cowok itu kembali melayang ke seseorang, ia menatap nyalang teman-temannya.
“Shaheen gimana? Ini udah jam berapa? Kenapa kalian nggak langsung lakuin operasi?” Afkar menatap Alam.
“Lam, katakan gimana keadaan cewek gue? Dia masih bertahan kan? Jawab!!” sergahnya seakan rasa sakitnya hilang entah kemana.
Semuanya terdiam, “Kenapa kalian hanya diam? Res, Shaheen gimana?” Restu tampak geming, membuat emosi Afkar kembali menguak.
Dengan gerakan tak santai laki-laki itu mencabut selang infus ditangannya, dan turun dari kasur itu. “Bos, biar gue bantu!” Restu memapah tubuh Afkar yang masih lemah.
“Minggir!” sentak Afkar merasa kesal.
Dengan langkah lemah, laki-laki itu menuju keruangan Shaheen. Disana sudah ada, Brams, Rindu dan Parveen juga Anne.
“Nak?” Brams menghampiri putranya.
“Pah, Shaheen gimana?”
Brams ikut bungkam, “Kamu duduk dulu, tubuh kamu masih lemah, nak.”

KAMU SEDANG MEMBACA
AFKAR
Teen FictionTerbit! TYPO BERTEBARAN DIMANA MANA! PASSWORD : FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TERIMAKASIH. -Untuk senyuman yang menjadi duniaku- Tentang sebuah persembunyian geng motor yang tak terkalahkan, dinobatkan sebagai raja jalanan, membuat posisi itu banyak...