Ngerasa sendiri itu nggak enak, tapi percuma ramai tapi nggak pernah di anggap juga.
Kasihan mas Jenan...
Kenapa ya kira-kira?
*******
Jenan pulang ke rumahnya, dia langsung merebahkan diri di sofa yang mewah itu. Ya, dia lahir dari keluarga yang kaya raya. Ibunya seorang Dokter dan Ayahnya seorang pengusaha terkenal. Wajar sih, Jenan bisa sesukses sekarang, karena ya turunan.
Eitss, tapi jangan salah. Jenan itu bisa sukses sendiri tanpa bantuan orang tuanya. Dia bekerja keras untuk membuktikan pada Mama dan Papanya kalau dia bisa berdiri sendiri tanpa mereka.
“Bi Irah,” panggil Jenan dengan sangat lembut sekali.
“Iya Den, sebentar.”
Bi Irah ini adalah pembantu yang bekerja di rumah Jenan kurang lebih 20 tahun. Sejak Jenan masih bayi, Bi Irah lah yang menjaga dan merawat Jenan.
“Aden mau apa? Mau bibi bikinkan minuman atau makanan?” tanya Bi Irah dengan begitu perhatian.
“Enggak usah bi, aku mau istirahat aja. Lagian tadi udah makan kok,” ucap Jenan dengan lelah.
“Kalau gitu, biar bibi siapkan air hangat buat aden mandi ya,” ucap Bi Irah.
Jenan mengangguk.
“Oh ya den, tadi—Nyonya telfon ke sini, terus selang beberapa menit Tuan juga telfon,” ujar Bi Irah dengan sedikit gugup.
“Ngapain?”
“Ya nanyain aden, kumaha si aden teh. Bibi juga cuma jawab kalau si aden baik-baik aja.”
“Ya udah bagus.”
Bi Irah sebenarnya kasihan melihat Jenan seperti itu. Dia merasa tak perduli dengan keluarganya sendiri.
“Den, aden nggak mau gitu sesekali jenguk Nyonya sama Tuan? Biar—mereka bisa lega kalau ketemu, Aden.”
“Udahlah Bi, kita kan janji nggak mau bahas ini. Aku juga nggak mau mikir hal itu. Udah ah, aku mau ke kamar,” pamitnya.
Bi Irah tidak bisa berkata apapun lagi. Jenan memang orangnya keras kepala banget. Dia dan orang tuanya memang terpisah. Karena sudah sejak lama, dia tidak mendapat perhatian keluarga. Apalagi sejak, Mama dan Papahnya bertengkar setiap hari di rumah.
Sampai-sampai mereka pisah rumah. Bayangin aja, Mama dan Papah Jenan sudah pisah rumah padahal belum cerai. Dan Jenan sendiri juga tinggal sendiri sekarang di rumahnya yang baru. Heran kan? Sebenarnya ini keluarga apa bukan sih?
Di kamar, Jenan melihat foto keluarganya di sebuah kotak figura kecil. Dia rindu.
“Ma, Pa, Jenan nggak tau—apa Jenan siap buat ketemu sama Mama dan Papa? Selama 20 tahun ini, Jenan nggak pernah dapat kasih sayang Mama dan Papa.”
“Terus tiba-tiba kalian meminta aku buat jenguk kalian? Buat apa? Dari dulu kalian kemana aja? Di saat aku butuh kalian.”
“Bi Irah dan para pekerja lainnya di sini yang selalu ada buat Jenan. Bukan kalian!”
Sejenak, ternyata air matanya menetes dari pipinya. Mungkin, dia rindu suasana rumah yang sebenarnya.
*
❤️•Extraordinary Love•
*
❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Love✔️
Teen FictionPertemuan antara CEO dan gadis biasa yang secara tidak sengaja itu, membuat mereka menjadi saling mengenal. Walaupun setiap harinya harus di penuhi dengan pertengkaran. Arin, gadis muda, sarjana ekonomi yang berusaha mencari pekerjaan setelah lulus...