16. Antara Cinta dan Benci

66 8 0
                                    

Halo halo .....

Apa kabar???

Semoga kalian baik-baik saja ya...

Yuk, absen sesuai tgl lahir kalian.

********

Sesampainya di lantai 17, Arin langsung absen terlebih dahulu menggunakan finger print. Kemudian langsung menaruh tasnya di meja kantornya. Bersamaan dengan Keysha. Dan, hampir saja lupa, kalau dia di suruh untuk ke ruangan CEO setelah ini.

“Kok berdiri lagi, Rin? Mau kemana?” tanya Keysha yang penasaran.

“Emang tadi kamu nggak denger? Aku di suruh ke ruang CEO setelah aku absen dan masuk ke ruangan,” jawab Arin dengan malas.

Keysha baru ingat. Dia hanya ber'oh' ria saja. Bayangin aja, setelah ke lantai 17 harus turun lagi ke lantai 7 hanya untuk menemui CEO. Gila banget.

Dia pun langsung turun. Apapun yang terjadi, dan bagaimanapun keadaannya, Jenan tetaplah Bos bagi Arin. Jadi, mau nggak mau dia harus menuruti perkataannya.

Lantai 7

Sesampainya di lantai 7, Arin segera menuju ke ruang CEO. Dia di sapa baik lho sama pegawai di kantor itu. Padahal, posisinya kan dia anak baru. Aneh banget.

Tok... Tok... Tok

“Masuk!” Jenan langsung mempersilahkan Arin untuk masuk.

Ceklek.

“Permisi, Pak. Ada apa ya Bapak manggil saya kemari?” tanya Arin yang langsung to the point pada Jenan.

Jenan langsung memutar kursinya dan menghadap ke Arin. Lagaknya memang seperti Bos. Lah, emang dia bos sih.

“Saya mau mengadakan tender kantor dengan perusahaan lain,” ucap Jenan.

“Ya—terus, Pak?”

“Kok nanya? Ya kamu ikut siapin lah! Kamu kan assistent saya. Dan tender ini itu penting bagi saya.”

“Tapi Pak, itu kan urusan para staff dan juga sekretaris Bapak. Saya kan cuma bagian analisa kantor.”

“Arina Geovani, kamu lupa sama apa yang saya ucapkan? Kalau semua bisa di kerjakan, ya kerjakan!”

“Tapi Pak—”

“Nggak ada tapi-tapi. Pokoknya, kamu ikut persiapkan ini semua, dan jangan lupa — masa percobaan kamu tinggal sehari.”

Arin lupa. Pake di ingetin lagi masalah itu. Wajahnya pun mulai bete banget. Dia menarik nafas panjang dan berusaha, sabar. Karena itu yang bisa dia lakukan sekarang.

“Baik, Pak!” jawab Arin dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

“Ya udah, saya cuma mau bilang itu. Kamu ke bagian divisi pengembangan, tanya bagaimana soal tanah waktu itu,” perintah Jenan dengan sangat cuek.

“Baik, Pak. Ada lagi?”

“Nggak.”

Arin memang orang tersabar mungkin ya. Karena menghadapi Bos yang super duper resek seperti Jenan. Stok kesabaran Arin banyak, jadinya dia betah.

“Kalau bukan Bos gue, udah gue smackdown nih orang!” batin Arin sambil meremat tangannya sendiri.

Tingkah Arin sampai di lihat oleh Jenan. Dan dia merasa aneh.

“Kamu kenapa? Sakit?”

“Ha? Eng—enggak kok, Pak. Lagi pegel aja tangannya,” jawab Arin sambil menunjukkan deretan giginya.

Extraordinary Love✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang