09. Obat

106 7 0
                                    

“Nggak perlu obat, kan udah ada kamu.”

Aseek... Sa ae lu tong...

Siapa yang nungguin cerita ini?

Absen dulu yuk sesuai tanggal...

*****


Arin datang dengan membawa kotak P3K. Duduk di samping Jenan, dengan mengeluarkan isi dalam kotak itu. Pertama, Arin mengambil kapas dan cairan revanol. Untuk di taruh di sudut bibir Jenan.

“Permisi ya, Pak.” Arin langsung menempelkan cairan itu di bibir Jenan.

“Aww!!” rintih Jenan yang tak sengaja memegang tangan Arin.

Mereka sempat berhenti sejenak dan saling memandang satu sama lain. Adegan bak drakor itu memang jarang di lakukan Jenan. Sampai 2 menit berlalu, Jenan tersadar.

Sorry ... ”

Arin jadi canggung. Bahkan mereka sama-sama canggung untuk ini. Oke, sekarang Arin fokus untuk membenahi dirinya sendiri dan melihat sisinya.

Selesai mengobati, Arin segera menutup kotak P3K itu. Melihat Jenan kesakitan, Arin jadi tidak tega. Bahkan dia tidak memikirkan bagaimana keadaannya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah, Jenan sedang tidak baik-baik saja.

“Oh ya Pak, kenapa—Bapak langsung pecat karyawan itu? Bapak kan belum sepenuhnya mendengarkan penjelasan dia,” tanya Arin penasaran dengan itu.

“Nggak perlu! Lagian, dia sudah jelas-jelas salah dan mencoreng nama baik kantor. Wajar saya langsung pecat dia. Apalagi—”

“Apalagi apa, Pak?”

“Dia sudah—mencoba mencelakakan kamu.”

Deg.

Jantung Arin berdetak tak seperti biasanya. Kenapa ini? Ada apa sebenarnya? Rasanya aneh jika ini terjadi antara Jenan dan juga Arin. Bahkan belum pernah Arin merasakan hal seperti ini sejak dia lulus kuliah.

Jujur, Arin memang belum pernah merasakan pacaran. Seumur hidupnya, dia tak pernah punya cowok. Jadi, dia tidak tahu bagaimana rasanya di cintai atau mencintai.

“Kamu nggak usah GR, saya melakukan ini karena saya harus tanggung jawab sebagai Bos kamu,” ujar Jenan cuek.

Arin tersadar dari lamunannya. Ya, perkataan Jenan membuatnya sadar. Bahwa sebenarnya memang nggak mungkin jika seorang Jenan menyukai Arin, gadis biasa yang nggak punya apa-apa dan juga nggak begitu cantik.

“Iy—iya Pak, saya ngerti kok,” jawab Arin.

Jujur sih, sebenarnya dia juga nggak mau melakukan itu.

“Kamu tuh kenapa sih? Saya kan tadi juga sudah bilang, kenapa nggak pulang aja? Di lanjut besok pekerjaannya!” marah Jenan.

Arin terkejut. Tiba-tiba saja Jenan jadi emosi seperti itu. Apa maksudnya cobak? Temperamennya memang buruk sekali. Gila.

“Pak, saya ini cuma mau menyelesaikan tugas saya dengan cepat. Supaya besok bisa ganti pekerjaan lain.”

“Ya tapi coba lihat? Yang terjadi apa? Itu justru membahayakan diri kamu sendiri kan?”

“Ya—saya kan nggak tau kalau begini akhirnya, Pak!”

“Mangkannya, kalau Bos yang berbicara, kamu bisa nurut nggak?”

Bener-bener bikin emosi sih. Tapi, Arin berusaha sabar 100% untuk menghadapi orang seperti dia. Maklum, namanya juga sudah dari oroknya begitu.

“Bapak kenapa sih? Kenapa kelihatan banget benci sama saya? Kayak ada dendam terselubung gitu,” ucap Arin.

Extraordinary Love✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang