Gimana kalian kalau berada di posisi Arin? Apa yang mau kalian lakukan?
Berhadapan dengan CEO yang super duper resek kalau menurut Arin ya.
Langsung aja ya...
*******
“Hari ini, kita ada jadwal lihat proyek di daerah cilacap, Pak,” ucap Arin yang sudah mengatur jadwal Jenan.
“Cilacap? Hari ini?” terkejut Jenan.
“Iya, Pak. Di jadwal Bapak begitu. Karena proyek kita yang di sana katanya sudah hampir selesai dan butuh revisi Bapak,” jelas Arin sebagai assistent CEO.
Makin hari memang Arin semakin di buat sibuk oleh Jenan sebagai seorang assistent. Dia selalu di buat bingung. Apalagi dengan seluruh jadwal Jenan. Di aturnya susah banget, udah kayak presiden aja.
“Terus meeting kita yang di kantor cabang? Gimana? Bukannya, itu juga hari ini?”
“Iya hari ini. Tapi, saya sudah atur jadwalnya, jadi Bapak bisa menghadiri ke duanya di jam yang berbeda,” jelas Arin.
Wow. Arin benar-benar bisa mengatur jadwal Jenan dengan baik. Itu yang membuat salut seorang CEO. Walaupun memang tidak pernah mengakuinya.
“Ya udah, kalau gitu kita akan hadiri satu acara saja.”
“Maksud Bapak?”
“Kita akan meeting di kantor cabang. Soal proyek yang di luar kota, kita serahkan sama bagian divisi pengembangan 1, biar mereka yang menjalankan tugas,” jelas Jenan.
“Tapi Pak—”
“Udah nggak usah banyak protes! Biar mereka yang mengerjakannya. Divisi mereka juga jarang turun lapangan langsung.”
Di kantor Jenan memang ada bagian yang belum pernah langsung terjun ke lapangan. Jadi, dia memberi kesempatan pada Divisi pengembangan 1 untuk langsung ke lapangan melihat perkembangan proyek.
Sedangkan dirinya mempersiapkan diri untuk meeting di kantor cabang, bersama dengan Arin, assistent Jenan.
“Kalau gitu, kamu ikut saya ke kantor cabang. Kita meeting hari ini juga,” perintah Jenan.
“Hari ini, Pak? Sa—saya ikut?”
“Iyalah, pakai nanya lagi. Udah buruan siap-siap, kita ke sana.”
Arin masih mematung di sana. Pasalnya, dia belum pernah ikut meeting apalagi dengan kolega besar. Ini kan orang-orang penting. Bagaimana kalau dia melakukan kesalahan? Mana dia ceroboh banget lagi.
“Duh, gimana nih? Masak iya gue ikut meeting sama Pak Jenan sih? Kalau misalnya gue ngelakuin hal bodoh gimana?” batin Arin.
Jenan berhenti sejenak dan melihat Arin yang masih diam di sana tak berkata apapun.
“Arina Geovani!” teriak Jenan.
Itu membuat Arin tersadar. “Iy—iya, Pak. Saya siap-siap sekarang!”
Arin langsung bergegas keluar ruangan Jenan lebih dulu. Bahkan tanpa berpamitan. Dasar, memang begitulah dia. Kadang bikin kesal, kadang juga bikin baik. Dia susah di tebak.
Jenan bersiap-siap, dia memakai jas kantor bewarna hitam pekat dan tak lupa dasi indah yang dia miliki. Terlihat memang sederhana, tapi harganya selangit. Terakhir, dia memakai jam tangan super mewah dan sepatu hitam mengkilat bak seperti baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Love✔️
Teen FictionPertemuan antara CEO dan gadis biasa yang secara tidak sengaja itu, membuat mereka menjadi saling mengenal. Walaupun setiap harinya harus di penuhi dengan pertengkaran. Arin, gadis muda, sarjana ekonomi yang berusaha mencari pekerjaan setelah lulus...