1. Sekolah

2.4K 136 21
                                    

Assalamualaikum!

Happy reading!

.
.
.

Aku tersenyum menatap Kak Arsyi yang kini sedang melepas helm dari kepalaku. Kakak ku itu terlihat cantik sekali hari ini, ah! Bukan hanya hari ini, disetiap hari Kakak ku itu selalu cantik. Lihatlah, jilbab putih yang melekat di kepalanya membuat dirinya terlihat manis, aku suka sekali.

"Oke! Yang semangat ya cantik sekolahnya, nanti pulang naik angkot kaya biasa, maaf Kakak gak bisa jemput." ucapnya seraya memberikan aku selembar uang berwarna biru, padahal uang kemarin masih ada.

Aku tersenyum lalu menggeleng sebagai jawaban. Tangan ku bergerak memberi tahunya sesuatu, "Uang kemarin masih ada, aku tidak mau boros, kata Umi, boros itu saudara setan,"

Ku lihat sekarang dia tertawa. Aku pun ikut tertawa tanpa suara. Rasanya tak bosan ketika melihat wajah cantik Kakak ku itu.

"Yaudah deh, Kakak berangkat dulu ya, assalamualaikum." aku menjawab dalam hati, setelah Kak Arsyi pergi, aku langsung menunduk.

Kakiku mulai berjalan masuk ke area sekolah. Bertepatan itu suara motor terdengar, aku sampai memegang telingaku yang terdapat alat bantu dengar, rasanya berdenging.

Aku langsung mengangkat pandanganku ketika merasa di kelilingi sesuatu. Dan yah, seperti biasa, pagi ini para geng Kakak kelasku sudah mengelilingi aku dengan motor besarnya.

"Lama banget sih! Sengaja ya datang lambat?!" bentak ketuanya.

Namanya Adrian Adhitama, arti namanya luar biasa, tapi akhlaknya-- astaghfirullah... Aku jadi menjelekan orang lain. Maafkan aku. Pikiran seperti ini kadang-kadang suka menyelinap di benakku. Tipu daya setan memang tidak main-main.

"Kenapa diam aja hah?!"

"Yan! Lo lupa dia bisu?" ucap temannya yang aku ketahui bernama Kak Arzan.

Ku lihat Kak Adrian nampak terkekeh sinis, aku sudah terbiasa mendapatkan tatapan mencemooh dari mereka semua. Aku ingin melawan, tapi kekuatan ku tidak setara dengan mereka, belum lagi pengaruh keluarga mereka. Aku yang remahan rengginang ini bisa apa?

Mereka berlima nampak langsung memarkirkan motornya, aku bernapas lega. Langsung saja aku berlari menuju kelasku. Aku tidak ingin pagi ini berurusan dengan mereka. Aku juga tidak tau mengapa mereka melepaskan aku begitu saja. Biasanya mereka akan melepaskan ku sampai aku menangis, tapi sekarang tidak. Astaghfirullah Ameena, kamu ini berdosa juga! Harusnya bersyukur dong!

Aku langsung mendudukan diriku di kursi ku. Ohya, di kelas ini aku duduk paling belakang. Sendirian. Kata teman-teman sekelas ku, mereka bukannya tidak ingin duduk di sampingku, tapi mereka sudah mempunyai kursinya masing-masing. Tapi, dari kelas sepuluhpun aku selalu duduk sendirian, jadi aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.

"Hai Ameena, lo udah ngerjain pr dari
Pak Andi belum?" tanya teman ku yang sering menegurku. Namanya Sella. Di kelas ini hanya dia yang selalu mengajak ku berbicara, meski hanya ketika ingin melihat tugas. Tapi setidaknya masih ada yang mengajak ku berbicara kan?

Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Boleh gue liat nggak?"

Kan, sudah ku katakan. Apa aku pernah menolak? Pernah. Dan semua yang di kelas langsung merundungku. Apa aku pernah mengadu kepada guru? Pernah. Tapi mereka seolah pura-pura tidak paham dengan apa yang ku tuliskan. Padahal aku mengatakan hal itu dengan surat, bukan dengan bahasa isyarat.

"Boleh nggak?" Sella kembali mengeluarkan pertanyaannya. Aku langsung setuju dan memberikan buku tugasku padanya.

Kulihat dia langsung tersenyum senang lalu membawa bukuku ke teman-teman yang lainnya. Oke, tidak apa-apa, aku sudah terbiasa dengan hal ini. Sungguh.

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang