17. Kebohongan untuk sebuah tujuan

1.1K 94 106
                                    

Assalamualaikum!

Gak tau kenapa, tapi pas malam Jum'at, pasti bawaan mager ngetik hilang, hahahah.

Btw, jgn lupa al-kahfinya manteman!

Happy reading!

.
.
.

Ariel POV

"Nah kan Pak! Saya bilang juga apa! Mereka lagi berbuat mesum!"

Gue secara refleks langsung bangun dari atas tubuh Ameena. Tangan gue langsung mengepal dengan sangat erat saat melihat Pak kepala sekolah dan Adrian sudah ada di depan kami.

"Jangan nyebar fitnah lo, b*jingan! Gue bukan lo yang--"

"Ariel, ini sudah sangat jelas sekali. Apalagi kamu sedang berada di toilet perempuan. Apa yang kamu lakukan di tempat perempuan?"

Gue merasa terjebak dalam pertanyaan Pak Ari, benar-benar tidak bisa gue jawab. Gak mungkinkan gue berkata ingin bertemu dengan Ameena? Nanti dia juga kena masalah. Masalahnya sudah terlalu banyak, gue gak mau menambahnya lagi.

"Kalian ikut saya ke ruangan saya!" Gue menatap Adrian yang tersenyum miring dengan tajam. Lihat saja apa yang akan gue lakukan untuk memberikan pelajaran pada Adrian ini. Entah apa yang ia lakukan di sekolah ini. Padahal kelas 12 hanya melakukan praktik, dan biasanya Adrian tidak akan datang.

"Lo bisa berdiri?" Gue menatap Ameena yang masih duduk seraya menunduk. Gue yakin kakinya terkilir.

"Kenapa? Udah gak bisa berdiri karena habis ngelayanin lo?"

Bugh!

Gue sudah tidak bisa menahan amarah lagi. Pipi Adrian menjadi sasarannya.

"Ariel!" Pak Ari langsung menarik baju gue untuk menjauh dari Adrian yang sedang meringis.

"Dia sudah keterlaluan Pak! Dia ngerendahin adiknya sendiri!"

"Diam! Jelaskan di ruangan saya! Ameena, kamu bisa berdiri, Nak?" gue melihat ke arah Ameena, gadis itu mengangguk lalu berdiri dengan berpegangan pada dinding. Ingin rasanya gue menggendongnya.

Gadis itu perlahan berjalan, gue dapat melihat dengan jelas bahwa dia meringis kesakitan.

"Ck, dia kesakitan anj*ng!"

"Ariel! Kamu mengumpati saya anj*ng?" Pak Ari menatap gue dengan tajam. Salah lagi, gue yakin pria tua ini sedang tidak dapat jatah dari istrinya, dan dia malah melampiaskannya kepada gue.

"Bukan begitu maksud saya, Pak."

"Adrian, tolong gendong adik kamu. Tidak mungkin saya menyuruh Ariel untuk menggendongnya."

"What the f*ck? Bapak gak salah nyuruh orang yang hampir melecehkan--"

"Lalu apa bedanya dengan kamu yang sudah melecehkannya?" Pak Ari memotong perkataan gue. Oke, gue harus mengalah, Adrian Kakak Ameena, jadi gue gak boleh cemburu.

Adrian mendekati Ameena yang masih menunduk. Gadis itu malah mundur, menjauhi Adrian yang hendak menggendongnya. Rasanya gue ingin tertawa ketika melihat raut wajah Adrian yang menahan kesal.

"Gue cuman mau bantu! Gue gak mau Daddy nyalahin gue kalau lo kenapa-kenapa!"

Pada akhirnya, Ameena pasrah. Gue melirik sekilas tangan gadis itu, tangannya terlihat gemetaran. Gue yakin dia masih trauma dengan Adrian.

Di koridor, banyak yang memperhatikan kami. Apalagi Adrian yang kini sedang menggendong Ameena. Gue yakin Sella pasti makin menjadi, apalagi setelah kembali mengetahui bahwa pacarnya yang sangat ia banggakan kembali mendekati Ameena. Dia tidak tahu saja bahwa orang yang selalu dia bully itu adalah calon adik iparnya.

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang