44. Takdir (end)

1.9K 75 25
                                    

Assalamualaikum!

Hai! Heheheh beneran sebulan sekali ya aku updatenya😔 aku beneran gak bisa bagi waktu soalnya.

Maaf kalau ada typo, dan ending tidak sesuai sama kehendak kalian, soalnya endingnya sesuai mood ku dan perasaan ku akhir-akhir ini.🤣

Happy reading!

.
.
.


Mataku memandangi langit yang nampak bertabur bintang. Diiringi dengan semilir angin malam, aku memandangi langit dengan sendu. Di balkon kamarku, aku duduk sendirian. Sejak pulang dari tempat Ariel, aku langsung mengurung diri di kamar, sudah sering kali aku mendengar Daddy dan Kak Adrian memanggil namaku.

Aku menghela napas, mataku langsung berembun saat melihat ke bawah, disana ada Umi dan Kak Arsyi yang baru saja turun dari mobil Daddy. Daddy pasti menjemput mereka. Tanpa basa basi, aku langsung berjalan keluar dari kamarku. Para art  yang berkumpul di depan kamarku langsung menanyai keperluan ku, aku tidak menjawab sama sekali, kakiku langsung berlari kecil menghampiri Umi dan Kak Arsyi.

Saat mereka masuk, aku langsung menghambur ke dalam pelukan Umi. Tangisku tanpa bisa ku cegah langsung pecah. Hatiku benar-benar sakit saat Ariel mematahkan harapan masa depan yang sudah aku susun sedemikian rupa untuk dijalani bersama dengannya.

Usapan yang diberikan Umi dipunggungku membuat ku merasa jauh lebih tenang. Umi tidak mengatakan apapun, bukan hanya Umi, tapi semua yang ada di sana tidak ada yang mengeluarkan suaranya, mereka hanya mendengarkan suara isak tangisku.

"Allah gak mungkin menguji seorang hamba diluar batas kemampuannya, sayang. Umi gak mau melihat putri Umi selalu tersakiti seperti ini. Sayang, segala sesuatu itu memang bersifat fana. Selama kamu berharap dan selalu bergantung kepada manusia, maka kamu harus menerima kekecewaan karena harapan yang kamu bangun." aku mengurai pelukanku saat mendengar nasehat Umi. Setelah menghapus dengan kasar air mataku, aku langsung menatap Umi.

"Umi, sekarang Ameena sadar, setelah mendapatkan cinta dari makhluk Allah, Ameena malah terlena. Ameena lupa bahwa itu semua hanya titipan dari Allah. Ameena memang pantas mendapatkan kekecewaan seperti ini, karena tanpa Ameena sadari, Ameena menyusun masa depan Ameena seolah-olah takdir Allah tidak berpengaruh sama sekali." Umi kembali menarikku ke dalam pelukannya. Tangan Umi yang satunya menyelinap mengelus perutku.

"Jangan sampai semua yang ada dipikiran kamu berpengaruh ke dia." bisik Umi seraya menguraikan pelukan kami. Umi dan Kak Arsyi memang mengetahui kehamilanku. Saat tes kehamilan aku sedang di panti, dan mereka yang membantuku menggunakan alat tes kehamilan itu.

"Sayang," aku langsung menatap Daddy yang baru saja memanggilku.

"Semuanya akan baik-baik saja. Laki-laki itu tidak pantas mendapatkan kamu, jangan berkecil hati, masih banyak orang-orang yang sangat menyayangi kamu."

Daddy benar. Yang aku butuhkan bukan hanya tentang Ariel. Bahkan sebelumnya aku masih bisa hidup dengan baik tanpa peran dari Ariel. Akan ku ulangi semuanya dari awal, memulai semuanya seperti sebelum Ariel terlibat dalam kehidupanku. Hanya aku dan calon anakku.

"Daddy, terima kasih atas segalanya. Sekarang, aku sudah tidak ingin lagi menuruti kemauan siapapun, aku hanya akan menuruti apa kata hatiku. Dan Daddy, aku sangat berharap bahwa Daddy mau memenuhi keinginanku ini."

"Tentu, sayang. Kamu mau apa, hm?" Daddy menjawab dengan cepat, tangannya bahkan mengelus kepalaku dengan lembut.

"Aku ingin memulai hidupku dari awal, aku ingin kembali ke panti, dimana aku memulai semuanya. Di panti aku mendapatkan apa yang aku mau, dan Daddy masih bisa bertemu denganku, aku akan selalu mengunjungi Daddy." hening, hingga suara Daddy memecah keheningan itu.

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang