21. Sebuah rencana

1K 83 77
                                    

Assalamualaikum!

Happy reading!

.
.
.

Ameena POV

Aku berdiri di balik tirai yang berhadapan langsung dengan balkon. Bahkan aku bisa melihat dengan jelas Ariel masih berdiri di depan gerbang. Apalagi dia berteriak seperti tadi. Apa dia pikir dengan mengatakan I love you dengan keras akan membuatku membalas perasaannya?

Aku berdehem pelan. Rasanya aku masih tidak percaya bahwa kini aku sudah bisa mendengar suaraku. Akhirnya aku bisa mengeluarkan suara saat mengaji.

Tadi malam, kami sempat singgah di panti. Umi dan Kak Arsyi langsung memelukku dengan erat saat mendengar suaraku. Aku sangat senang saat melihat senyum Umi dan Kak Arsyi tidak luntur. Dari awal aku berkunjung hingga aku kembali pulang, Umi dan Kak Arsyi terus tersenyum haru.

"Nona, waktunya Anda meminum vitamin." aku langsung mendekati Pak Jess, pintu kamar di biarkan terbuka. Itu karena Pak Jess dan aku adalah bukan mahram.

Aku langsung meminum vitamin itu. Tanganku langsung mengembalikan gelas yang tadi ku pegang ke arah Pak Jess.

"Pak Jess, apa laki-laki itu sudah gila?" laki-laki yang ku maksud adalah Ariel. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa dia segila itu. Bagaimana bisa dia masih berdiri di sana bahkan hingga menjelang maghrib seperti ini.

"Anda ingin saya melemparnya ke rumahnya?" aku langsung menggeleng dengan cepat.

"Aku akan menemuinya."

"Tapi, Nona--"

"Dia ingin bertemu denganku. Aku hanya sebentar."

"Baik, Nona."

Aku keluar dari kamarku, saat berada di tangga, aku berpapasan dengan Daddy. Rasanya masih asing memanggil Pak Reynand dengan sebutan Daddy. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa menolak perintah beliau.

"Ingin menemui pria gila itu?" aku mengangguk dengan jari yang saling bertaut.

"Hei, Daddy tidak akan marah. Kalau kamu memang memiliki perasaan yang sama dengan Ariel, Daddy akan merestui, tapi jika kamu tidak memiliki perasaan yang sama dengannya, Daddy akan membantu kamu untuk berjauhan dengannya."

Aku mengangguk dengan antusias. "Terima kasih, Tu-- maksudnya Dad,"

Aku langsung melangkahkan kakiku keluar setelah mengambil satu botol air mineral dingin di dapur.

"Ariel,"

Ariel yang semula duduk membelakangiku langsung berdiri dan menatapku dengan lekat. Aku bahkan dapat melihat matanya berkaca-kaca. Entah apa maksudnya, dia berprilaku seperti ini hanya membuatku semakin muak.

"Minum dan pulanglah," aku memberikan minuman tersebut melalui sela-sela gerbang. Setelah Ariel mengambilnya aku kembali berbicara.

"Jangan mendekatiku, aku tidak akan bisa membalas perasaan orang yang sudah secara terang-terangan merendahkan aku di depan khalayak ramai."

Aku dapat melihat dia langsung menegang. Entah perasaanya kepadaku tulus atau tidak, tapi bagiku cinta sebelum pernikahan hanya omong kosong. Cinta yang sesungguhnya terjadi setelah akad. Dan orang yang mencintai kita sudah pasti akan berusaha melindungi kita, bukan malah mempermalukannya di depan umum, apalagi merendahkan.

"Pulang lah Ariel, Putri Om sudah sangat jelas menolak kamu!" Daddy langsung merangkulku kembali masuk ke dalam rumah.

Aku sempat berbalik, menatap Ariel yang kini menatapku dengan pandangan yang aku sendiri tidak mengerti apa maksudnya.

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang