Assalamualaikum!Happy reading!
.
.
.Ariel POV
"A-ku rasa, aku mulai suka dengan kamu."
Jantung gue rasanya ingin berhenti berdetak saat mendengar perkataan Ameena. Gue benar-benar menahan diri agar tidak terlihat sedang salah tingkah di depan Ameena. Bisa hancur harga diri seorang Ariel Putra Nagara.
"K-amu juga suka denganku, kan? Artinya, kita memang pasangan serasi." Ya Tuhan! Ekspresi wajahnya yang lugu itu benar-benar membuat gue ingin menerkam Ameena sekarang juga. Apa gadis itu tidak sadar dia begitu menggemaskan?
"Kenapa kamu diam saja? Aku salah, ya?" cukup sudah, gue tidak bisa lagi menahan rasa gemas kepada Ameena.
"Lo, istri siapa, sih?" gue langsung menarik Ameena kedalam pelukan gue. Gemas sekali dengan gadis yang baru saja berusia tujuh belas tahun ini.
"Ariel, jangan terlalu erat. Aku tidak bisa bernapas."
Bukannya melepaskan pelukannya, gue malah semakin memeluk Ameena. Gadis ini harum sekali. Gue mengendus lehernya yang masih tertutup jilbab. Nyaman sekali.
"Geli," Ameena bergerak tak nyaman dalam pelukan gue. Gue hanya terkekeh saat merasakan pergerakan Ameena.
"Ariel," Ameena memanggil gue setelah bergumam.
"Ya?"
"Kenapa berpelukan nyaman sekali?" hampir saja gue meledakkan tawa. Ya Tuhan, Ameena sungguh masih sangat bocil. Mana tega gue menodai otaknya yang masih suci.
"Jadi, lo nyaman di pelukan gue?" gadis itu mengangguk. Bahkan tangannya kini sudah melingkar di pinggang gue dengan nyaman. Sepertinya belum apa-apa Ameena sudah mulai nyaman dengan gue. Menyenangkan sekali.
"Nanti malem tidur bareng, mau?" bisik gue. Ameena pasti senang saat gue memeluknya ketika ia ingin tidur.
"Nanti kamu khilaf." Ameena menguraikan pelukannya.
"Kapan gue bilang khilaf?"
"Saat di panti waktu itu. Kamu lupa?" mata gue langsung mengerjap beberapa kali, telinga gue rasanya memanas. Gue lupa, gue benar-benar lupa saat di panti gue mengatakan ingin pisah kamar.
"Ekhm," gue langsung mengambil air dingin di dalam kulkas. Karena sekarang, bukan hanya telinga gue yang panas, seluruh wajah gue rasanya seperti terbakar.
"Tapi, aku tidak akan menolak saat di ajak tidur bersama. Kamu kan suamiku."
"Byur..."
"Ariel!"
Gue benar-benar refleks mengeluarkan air dingin tersebut dari mulut gue. Tak habis pikir dengan perkataan Ameena yang benar-benar berbahaya bagi kesehatan jantung gue.
"Ariel, kamu tidak papa?"
"Nggak, sekarang kita ke gazebo aja. Mau makan es pisang ijo tadi, kan?"
*****
"Kita gak sekelas Ameena, gue gak bisa jaga lo." tangan gue memegang setir mobil dengan erat.Tadi malam, gue mendapatkan pdf anggota kelas yang baru. Gue dan Ameena terpisah, yang membuat gue khawatir, Aldo dan Shirren tetap satu kelas dengan Ameena. Aldo sering ikut membully Ameena, apalagi Shirren kini sudah berubah menjadi nenek lampir.
"Kamu tidak perlu khawatir, Sella kan satu kelas dengan kamu."
Setelah memarkirkan mobil gue di garasi sekolah, gue langsung menatap Ameena yang kini tersenyum ke arah gue.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diam yang terluka
SpiritualMemangnya salah jika kita terlahir sebagai tunawicara? Memangnya salah kalau kita dibesarkan di panti asuhan? Pertanyaan itu selalu hadir di benak gadis yang berusia enam belas tahun itu. Ameena Az-Zahra namanya. gadis yang memiliki keistimewaan ya...