36. Trauma

1K 75 111
                                    

Assalamualaikum!

Happy reading!

.
.
.

Ariel POV

"Lo kdrt ya sama istri lo?" baru saja Willy keluar setelah mengobati Ameena, dia sudah melontarkan pertanyaan yang tidak masuk diakal itu.

"Gak usah banyak bacot! Lukanya gak parah, kan?"

"Gak parah apanya?! Dia sampai ngelamun gitu! Bahkan pas gue mau ngasih perban kepalanya, dia sempat teriak. Saran gue, lo harus bawa dia ke psikiater."

"Bangs*t! Istri gue gak gila!" gue menarik jas Willy. Pria itu menghela napas dengan kasar.

"Gak semua yang ke psikiater itu gila. Ameena shock, dan ini bisa berakibat fatal pada kesehatan mentalnya!" gue langsung melepaskan jas dokternya dengan kasar.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" gue enggan menjawab pertanyaan Willy.

Om Reynand datang dengan tergesa. Di belakangnya terdapat Adrian yang juga berjalan dengan tergopoh-gopoh. Tanpa basa basi, gue langsung mendekati Adrian.

Bugh!

"Ariel!"

Gue memberontak saat ditahan oleh Jess. Baru sekali gue membogem wajah Adrian, gue ingin menamparnya berkali-kali.

"Ini rumah sakit Ariel! Jangan membuat keributan!" Willy mengambil alih tubuh gue.

"Persetan dengan semua itu! Gara-gara Adrian, kejadian di gudang terulang kembali!"

"Lex! Mana rekaman cctvnya?" gue bertanya pada Lex yang baru saja datang. Pria itu bahkan terlihat masih ngos-ngosan. Gue gak peduli.

Lex langsung memperlihatkan rekaman cctv, di sana terlihat Ameena sedang menikmati pemandangan. Saat pria itu datang, Ameena langsung melihat ke arah cctv dengan takut. Kemarahan gue langsung memuncak saat melihat pria itu melempar kepala Ameena dengan batu, dan yang membuat kaki gue langsung lemas adalah saat melihat dia mencium bibir Ameena. Aset berharga gue telah dirasakan oleh orang lain.

Prang!

Gue langsung melempar handphone Lex.

"T-uan, handphone saya." gue enggan menanggapi. Mata gue langsung menatap Om Reynand dan Ariel dengan sangat tajam.

"Hari ini terakhir kali Ameena berkunjung ke neraka itu! Gue pastikan kalian gak akan bisa bertemu istri gue, bajingan!"

"Ariel! Ameena put--"

"Bangs*t lo Rey! Lo pikir gue bakalan biarin Ameena berada di dekat setan kaya kalian? Dan lo Adrian! Gak mungkin lo gak denger teriakannya Ameena, dia ketakutan bangs*t! Lo gak sadar diri banget jadi manusia! Ameena udah rela donorin darahnya buat lo, tapi ini balasan lo? Dasar anj*ng!" gue langsung berlalu dari sana. Gue gak peduli dia mertua gue atau bukan. Emosi sudah menguasai. Gue memanggilnya hanya dengan nama, tanpa embel-embel Om.

Gue menghela napas berkali-kali, mencoba menghilangkan rasa emosi yang bersarang di dalam diri. Jangan sampai gue menemui Ameena dalam keadaan yang kacau seperti ini.

"Lex! Hubungi beberapa bodyguard, pastikan mereka berjaga di depan ruangan ini. Dan jangan sampai Reynand ataupun Adrian masuk, mengerti?"

"Ya, Tuan muda. Ta-pi ...."

"Ohya, mengenai ponsel, besok gue ganti. Sekarang pakai ponsel gue untuk menghubungi yang lain." gue menyerahkan benda pipih tersebut.

Gue langsung memasuki ruangan Ameena. Ameena sedang duduk di dekat jendela seraya memandangi keadaan di luar. Gue perlahan mendekatinya, mencium pucuk kepalanya. Gue tersentak kaget saat Ameena berteriak ketika gue menciumnya.

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang