43. Ariel dan keputusannya

1.2K 73 93
                                    

Hai! Assalamualaikum!

Satu bulan aku Hiatus😔 nanti mau Hiatus lagi, UTS soalnya kwkwkwk

Happy reading!

.
.
.


Hari ini aku kembali masuk sekolah. Dua hari yang lalu, aku sudah tinggal bersama Daddy. Kesehatan Daddy juga sudah mulai membaik, tapi untuk Ariel, sampai sekarang aku tidak bisa menghubungi ataupun bertemu dengannya. Dia benar-benar marah kepadaku, sebenarnya aku sangat merasa bersalah dengan Ariel, tapi aku juga tidak ingin kehilangan Daddy.

"Nona, sudah sampai." aku langsung mengangguk. Pak Jess langsung membukakan aku pintu mobil. Mata ku langsung mengedar ke seluruh penjuru sekolah, tapi tidak menemukan Ariel.

"Menurut informasi, Tuan muda Ariel sudah berangkat dari tadi pagi, Nona." mungkin Pak Jess paham dengan gelagat ku. Aku mengangguk kembali lalu mulai berjalan memasuki sekolah.

Mataku langsung mengerjap saat melihat Ariel duduk dengan tangan yang berada dipundak entah siapa itu, aku tidak tau nama gadis itu, dan yang lebih parahnya lagi, Ariel melakukan hal seperti itu di depan kelasku. Aku benar-benar bisa dengan sangat jelas melihatnya.

Mata kami saling bertemu, hanya sebentar karena setelah itu aku langsung memutuskan pandangan kami. Kakiku langsung berjalan dengan cepat memasuki kelas. Aku awalnya ingin berbicara dengan Ariel setelah pulang dari sekolah. Tapi, aku benar-benar tidak bisa lagi menahan diriku. Setelah menaruh tas ku di kelas, aku kembali keluar. Dan hanya tersisa Ariel, entah kemana gadis yang tadi dirangkul oleh Ariel.

"Ariel, ayo bicara!" tanpa menunggu persetujuan dari Ariel, aku langsung menarik tangannya menuju tempat yang lumayan sepi.

"Ariel, kamu kenapa?" aku melepaskan tanganku yang tadi memegang tangan Ariel.

"Gue kenapa?" Ariel bertanya dengan tangan yang menyilang di depan dada. Lihatlah, bahkan dia kembali menggunakan kata 'gue'

"Ariel, aku minta maaf, kita sebentar lagi akan kembali tinggal bersama. Kesehatan Daddy sudah mulai membaik, tolong jangan mendekati gadis lain. Aku tidak mau berbagi." Ariel malah terkekeh. Dia mendekatiku lalu berbicara tepat di samping telinga ku yang tertutup jilbab berwarna putih.

"Lo gak berhak ngatur gue setelah lo milih pria tua bangka itu. So, terserah gue mau ngapain, gue juga butuh perempuan yang selalu ada buat gue." Ariel langsung meninggalkan ku yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Entah apa maksudnya berbicara seperti itu, aku benar-benar tidak pernah mengira Ariel akan seperti ini.

"Kamu bilang cinta, kalau cinta kamu tidak akan mungkin melakukan ini. Kamu hanya penasaran dengan ku, setelah semuanya kamu dapatkan, kamu malah berperilaku seperti ini, padahal ini hanya ujian dari Allah untuk rumah tangga kita. Aku sangat berharap kita dapat menghadapi ujian ini bersama-sama, tapi nyatanya ekspektasi ku yang terlalu tinggi."

*****


"Daddy sudah baikan?" aku tersenyum ketika melihat Daddy sudah bisa beraktifitas dengan normal. Daddy berjalan mendekatiku lalu mengelus kepalaku dengan lembut.

"Kalau Daddy sudah baikan, aku akan kembali pulang. Ariel membutuhkan ku." Daddy mengelus bahuku dengan lembut. Aku tidak tau maksud dari tatapan Daddy, tatapannya kali ini benar-benar berbeda.

"Jangan bersama orang yang sudah sangat jelas menyakiti kamu, sayang." apa maksudnya? Aku benar-benar tidak mengerti.

"Daddy hanya ingin menguji Ariel, Daddy ingin lihat bagaimana cara dia ingin mendapatkan kamu kembali. Daddy ingin lihat kesungguhan dia. Tapi nyatanya, Daddy tidak pernah melihat batang hidungnya di rumah ini. Bahkan Adrian dan Lim yang sekarang Daddy tugaskan menjadi mata-mata Ariel pun berkata bahwa Ariel sering minum dan main wanita. Kamu masih ingin mempertahankannya?" tanganku langsung memilin ujung jilbabku. Apa benar Ariel seperti itu? Aku tidak percaya. Kalau aku tidak melihat dengan mata kepalaku sendiri, aku tidak akan percaya.

"Ariel suamiku. Aku harus selalu percaya kepadanya." hanya itu jawaban yang ku berikan, setelahnya aku langsung masuk ke kamarku.

Tanganku mulai mengambil baju yang ku bawa, memasukannya ke dalam koper. Sekarang ini aku hanya ingin kembali bersama Ariel. Aku tidak ingin kehilangan Ariel. Setelah selesai mengemasi beberapa pakaianku, aku langsung keluar dari kamar tersebut. Daddy yang berdiri di depan pintu kamarku tersenyum kecil.

"Ayo Daddy antar!" aku langsung mengangguk dengan semangat.

Setelah perjalanan selama lima belas menit, kami sampai dir rumah ayah dan bunda. Aku langsung berlari-lari kecil memasuki area rumah tersebut. Kakiku melambat saat mendengar suara keributan dari dalam.

"Wanita keberapa lagi yang kamu bawa tadi, Ariel?!" suara itu suara ayah. Perlahan aku mendekat, mengintip di balik pintu ruang keluarga.

"Gue juga butuh pelampiasan anj*ng! Gak usah sok suci!" jawaban dari Ariel membuatku mengerjapkan mata beberapa kali.

"Apa maksud kamu Ariel? Ameena istri kamu! Kalau kamu merindukannya langsung temui dia, bukan malah mencari pelampiasan seperti ini. Apalagi wanita malam seperti itu!" kini bunda yang terlihat marah besar.

"Pilihan Ameena si tua bangka itu! Itu artinya dia bukan siapa-siapa Ariel lagi bunda! Dia pikir dia siapa? Apa dia pikir dia sepenting itu sampai Ariel harus mendatanginya? Cih, gadis itu benar-benar bodoh! Kalau bukan karena tua Bangka itu dia tetap akan menjadi gadis bisu yang---"

"Ariel!"

Bugh!

Aku menutup kuat-kuat mataku saat melihat Ariel tersungkur karena dipukul oleh ayah. Aku berbalik, meilhat Daddy yang berdiri di belakangku dengan mata yang memerah. Tanganku langsung menggenggam tangan Daddy, dan hal itu membuat Daddy langsung menatapku dengan intens.

"Ayo pulang!" aku tidak tau harus seperti apa. Hatiku benar-benar sakit saat mengetahui orang yang sudah berhasil membuatku jatuh cinta malah menghinaku.

"Jangan menangis! Kamu ingin Daddy memberinya pelajaran?" aku langsung menggeleng dengan cepat. Tanganku langsung menarik tangan Daddy agar mau pergi dari sana.

Bukannya pergi, tangan Daddy yang satunya malah sengaja menyenggol vas bunga. Mataku seketika langsung membulat. Aku berbalik, semua orang langsung memperhatikan kami. Aku bahkan dengan sangat jelas melihat raut terkejut itu dari mereka, apalagi Ariel.

"Kalau dari awal kamu tidak menginginkan putri saya, kamu harusnya langsung mengatakannya Ariel! Jangan menghinanya seperti itu, kamu pikir kamu siapa? Ternyata keputusan saya ingin menguji kamu benar. Kamu bukan pria yang baik untuk putri saya." aku menatap Ariel, pria itu sepertinya sedang mabuk. Aku dapat melihatnya dari cara jalan dan dari tatapan matanya, dia berdiri di depan Daddy.

"Lo pikir cewek di dunia ini cuman putri lo doang? Cih! Gue udah dapatin apa yang gue mau, sekarang terserah mau lo apain putri lo ini. Bagi gue, kami udah gak ada hubungan apa-apa lagi. Hubungan gue dan Ameena udah berakhir!"

"Ariel! Kita masih bisa memperbaiki ini. Jangan berbicara seperti itu, perceraian bukan hal--"

"Persetan dengan hal itu! Kita udah bukan suami istri!"

Oke, ini keputusan Ariel, dia sudah mengeluarkan kata sakral seperti itu, jadi untuk apa aku bersikeras mempertahankannya? Aku menatap semua orang yang kini terdiam. Aku bahkan tidak percaya Ariel akan seperti ini.

Kaki ku perlahan mendekat kearah Daddy.

"Ayo pulang. Ameena sekarang hanya orang asing di sini."

"Ameena...." aku tidak mau mendengarkan siapapun lagi. Aku langsung berjalan keluar dari rumah itu. Rumah yang aku kira akan menjadi tempat ku pulang malah membuatku rapuh. Bagaimana mungkin Ariel berbuat sejahat ini?

"Aku akan pastikan kamu tidak akan mengetahui keberadaan anak ini."

.
.
.

End!

Akhirnya bisa namatin satu cerita lagi 🥺

Seeyou next chap!

Masih berlanjut kok

Maaf kalau ada kata² yang menyinggung 🙏

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang