13. Sebuah keputusan

1.1K 93 31
                                    

Assalamualaikum!

Maaf telat up!

Tulisan miring, bhsa isyarat!

Happy reading!

.
.
.

Ameena POV

"Kenapa Ameena mau menjadi tameng, sayang?"

Umi yang kini mengobati luka di sudut bibirku mulai mengeluarkan pertanyaannya. Aku hanya tersenyum kecil mendengarnya.

"Dengar sayang, Ameena bisa melindungi orang lain. Tapi, jangan sampai Ameena membahayakan diri Ameena sendiri. Umi tidak ingin melihat putri Umi terluka." aku mengusap pipi Umi yang basah karena air matanya. Aku yang terluka tapi Umi yang menangis. Hati Umi benar-benar sangat lembut.

"Maaf Umi, Ameena hanya tidak tega melihat Ariel di pukuli."

Umi tersenyum ketika aku kembali menurunkan tanganku setelah mengatakan hal itu.

"Jangan pergi ya sayang, tetap bersama Umi di sini. Apapun yang terjadi, kita hadapi bersama, oke?" Umi memelukku. Aku bingung, kenapa tiba-tiba Umi berbicara seperti ini? Apa ada masalah?

"Ameena janji, kan?" Umi langsung menangkup pipiku. Aku hanya mengangguk mengiyakan perkataan Umi.

Setelah mengobati lukaku, Umi langsung berjalan. Mengambil sesuatu di laci lemari. Aku mengerutkan keningku bingung saat melihat Umi membawa selembar kertas.

"Sekarang tanah ini milik Pak Reynand, Ayah kamu. Jika dalam waktu tiga hari, kita belum pindah, maka panti ini akan di robohkan secara paksa."

Mataku langsung membulat sempurna mendengarnya. Bagaimana bisa Pak Reynand melakukan itu? Apa ia tidak berpikir bagaimana keadaan anak-anak panti jika ia menggusur secara paksa tempat ini?

"Umi? Kenapa Pak Reynand melakukan itu?"

"Beliau ingin kamu tinggal bersama dia. Beliau tau bahwa kamu tidak ingin tinggal bersama beliau, oleh karena itu beliau melakukannya, agar kamu mau tinggal bersama dengan beliau."

Aku mengerjapkan mataku. Bagaimana bisa Pak Reynand bertindak sejauh ini? Kenapa ia tidak bisa berpikir dengan benar?

"Aku harus apa Umi?" akhirnya aku bertanya pada Umi.

"Kita akan hadapi bersama." balas Umi.

Menghadapi apa maksud Umi? Pasrah dengan yang dilakukan Pak Reynand, begitu? Aku tidak akan mau Pak Reynand membuat Umi dan anak-anak panti menderita. Hanya karena aku, mereka tidak boleh menderita.

"Ameena janji tidak akan meninggalkan Umi, kan?" aku tersenyum lalu mengangguk dengan pasti.

"Apa aku boleh tau alamat Pak Reynand?"

Mata Umi langsung membulat sempurna. Mungkin Umi takut aku akan meninggalkannya. Padahal, aku tidak akan meninggalkan Umi, apapun yang terjadi. Aku hanya ingin berbicara dengan Pak Reynand.

"Untuk apa Ameena bertanya? Jika Ameena ingin pergi ke sana, Umi tidak akan mengijinkan."

Aku tersenyum, "Umi, bagaimanapun juga beliau adalah Ayahku. Aku hanya ingin agar dia tidak melakukan hal yang salah. Dan satu yang harus Umi ingat, aku tidak akan meninggalkan Umi, apapun yang terjadi."

Bukannya tenang, Umi malah menangis. Aku gelagapan, bukan tangis Umi yang ingin ku lihat, tapi senyumannya. Aku tidak ingin beliau kesusahan hanya karena diriku. Aku hanya ingin memperbaiki semuanya.

"Aku janji, tidak akan terjadi sesuatu." Akhirnya Umi mengangguk dengan air mata yang berlinang.

"Tapi pergi bersama Arsyi." aku hanya mengangguk saja. Aku tau Umi khawatir kepadaku, itu sebabnya beliau ingin aku ditemani Kak Arsyi.

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang