Extra chap (Penyesalan)

2.1K 64 7
                                    

Assalamualaikum!

Tandain typo dan Happy reading!

.
.
.

Remasan pada alat tes kehamilan yang beberapa saat lalu Ameena berikan semakin menguat. Perasaan bersalah dan menyesal kian menjadi besar. Kalian tau? Ternyata ini semua terjadi karena rencana ayah dan Om Reynand.

Ayah mengatakan bahwa Om Reynand gak percaya ke gue, dan Om Reynand ingin menguji seberapa jauh perjuangan gue buat kembali bawa Ameena, dan hal itu langsung disetujui oleh ayah karena ayah mengira bahwa gue bakalan berjuang. Kalau tau dari awal, maka gue bakalan ngelakuin apa yang Om Rey mau.

Gue tau kesalahan gue besar karena gue malah bawa perempuan lain hadir diantara gue dan Ameena. Tapi asal kalian tau, gue bahkan gak pernah memiliki ikatan dengan gadis manapun selain Ameena. Gue juga bolak balik club cuman buat minum. Tapi, gue memang sering digoda wanita malam yang ada disana, dan gue juga selalu nolak.

Nasi sekarang sudah menjadi bubur. Yah, mungkin pepatah ini benar-benar cocok untuk gue sekarang. Perbuatan salah gue ini membuat gue jadi jauh dengan Ameena. Entah bagaimana Ameena melewati semua ini, apalagi sekarang ini dia sedang mengandung. Gue semakin merasa menjadi pria yang benar-benar brengsek karena cuman mau enaknya doang. Setelah anak gue hadir, gue malah berbuat kaya gini. Apa yang harus gue lakuin biar Ameena mau lagi balik ke gue?

"Ariel," gue menatap bunda yang mendudukkan dirinya disamping gue.

"Kamu sudah bertemu Ameena?" gue hanya mengangguk kecil menjawab pertanyaan bunda.

"Ameena gak mau kesini, ya?" tanya bunda lagi.

Bagaimana mau kesini? Sementara Ameena saja sudah mengatakan dengan sangat jelas bahwa dia sudah tidak ingin mempertahankan pernikahan ini.

"Bunda, semuanya udah selesai." gue langsung berdiri, meninggalkan bunda yang terdiam setelah mendengar ucapanku barusan.

Kaki gue perlahan menuruni anak tangga. Rasanya sangat kosong sekali, di jam makan malam seperti ini Ameena biasanya akan menyajikan makanan buat gue. Tapi saat ini gue harus kembali melakukannya sendiri.

Baru saja gue duduk di meja makan, tatapan tajam dari ayah dan Willy sudah menyambut. Gue menghela napas, langsung saja memasukan makanan ke dalam mulut gue dengan kasar.

"Lo gak ngerasa bersalah?" tanya Willy dengan rendah. Kalau sudah berbicara dengan nada seperti ini, artinya pria ini sedang marah besar.

"Lo gak liat gue lagi setres?" gue balik bertanya.

"Itu karena kelakuan lo sendiri. Lo gak ngotak tau nggak!" gue menghempaskan sendok yang ada di tangan gue.

"Lo pikir gue bakalan tau kejadiannya kaya gini? Gue juga gak mau pisah sama Ameena! Gue sayang sama dia!"

"Kalau lo sayang kenapa sikap lo malah nunjukin sebaliknya?"

"Lo gak bakalan ngerti jadi gue Will! Lo gak bakal paham gimana rasanya sakit pas orang tua dari istri lo selalu nolak keberadaan lo!" setelah mengatakan itu, gue langsung pergi meninggalkan tempat makan. Malam ini, gue gak akan tidur di rumah, mereka bukannya memberikan gue semangat untuk bisa kembali bersama Ameena, tapi malah memojokkan gue.

*****


Gue berulang kali menghela napas. Sudah sejak satu jam yang lalu gue berdiri di depan panti ini, tapi gue benar-benar gak berani buat nunjukin muka gue. Gue melirik arloji di tangan gue, pukul setengah tujuh. Artinya Ameena sebentar lagi akan keluar. Ini jam sekolah, dan dia harusnya sudah keluar jam segini.

Baru saja gue berbalik, Ameena sudah ada bersama dengan Kakaknya. Tatapan gue langsung bertemu, hanya sebentar, karena wanita itu langsung mengalihkan pandangannya.

"Ameena, kakak tunggu di depan." syukurlah kalau Kakak Ameena ini sudah berkurang agresifnya.

"Ariel, kenapa kesini?" Ameena langsung bertanya setelah Kakaknya pergi menjauh.

"Ameena, aku mau minta maaf. Aku--"

"Ariel," gue langsung menghentikan perkataan gue saat Ameena memanggil.

"Aku sudah memaafkan kamu, tapi kalau kamu berharap aku kembali bersama kamu, maaf, aku benar-benar tidak bisa. Keputusan ku sudah bulat. Aku ingin berpisah." gue menatap Ameena dengan sendu. Tahan, air mata gue gak boleh keluar. Gue menunduk, agar Ameena gak ngeliat kalau gue lagi nangis. Cengeng.

"Lucu ya."

Gue langsung mengangkat kepala gue saat Ameena berucap seperti itu. Wanita itu terkekeh kecil, tapi gue dapat melihat bahwa matanya sama seperti gue, berembun.

"Kamu yang memutuskan hubungan kita, kamu juga yang ingin kita kembali. Kamu pikir bisa semudah itu? Pernikahan ini bagi kamu apa, Ariel?" gue terdiam. Tatapan kecewa dari Ameena benar-benar membuat gue kian masuk semakin dalam ke lubang penyesalan.

"Lihat Ariel, bahkan kamu gak bisa menjawab pertanyaan ku. Ariel, tolong jauhi aku, mulai sekarang, kita harus hidup masing-masing. Dan aku juga tidak akan menghalangi kamu untuk bertemu dengan anak kamu, karena bagaimanapun juga, dia tetaplah anak kita. Aku duluan, Kak Arsyi sudah menungguku."

Lutut gue rasanya melemah. Lihat, karena kesalahan gue, cinta gue hilang. Karena kebodohan gue, sebagian dari diri gue menghilang. Tanpa bisa gue cegah, air mata itu langsung keluar dengan sendirinya.

Gue menutupi wajah gue dengan kedua telapak tangan. Isakan sudah tidak dapat gue tahan, rasanya benar-benar menyesakkan sekali. Persetan dengan harga diri gue sebagai seorang pria. Gue benar-benar udah gak peduli.

Tepukan di bahu gue menghentikan tangisan gue.

"Kalo lo gak mau kehilangan dia, tunjukin kalau lo benar-benar pantas buat dia. Berjuang dari awal lagi, gue bisa bantu." gue menatap Willy yang baru berbicara.

"Berubah Riel, lo emang bukan imam yang baik buat Ameena, maka dari itu, lo harus bisa ngerubah diri lo ke yang lebih baik lagi." benar! Gue harusnya berjuang dengan sungguh-sungguh. Selama ini perjuangan gue gak pernah terlihat. Gue tau, niat gue salah kalau ingin berubah hanya karena Ameena. Tapi bisa aja ini dijadikan niat awal, kan?

Ameena, wanita itu selama ini memang selalu tersakiti, entah karena gue ataupun karena orang lain. Wajar saja kalau dia ingin berpisah, karena selama ini, wanita itu benar-benar selalu terluka. Dia juga berhak bahagia, dan gue gak berhak menghalangi kebahagiaannya itu.

Perpisahan ini akan menjadi awal bagi gue. Awal untuk segalanya. Ameena pernah bilang, kalau Allah gak mungkin menguji hambanya melebihi kemampuan hamba tersebut. Dan gue yakin, dengan semua yang terjadi ini, Allah memiliki takdir yang indah.

Ameena, tunggu gue dalam versi yang lebih baik.

.
.
.

Cerita ini cuman sampai sini ya.... Kalau mau ngeliat perjuangan Ariel lagi, baca ceritanya Arsyi, nanti apa yang kalian mau bakalan kejadian di cerita itu, tapi ceritanya masih di draft... Jadi, kalian harus bersabar.

Maaf juga kalau selama aku nulis cerita ini aku ada salah ke kalian. Tanpa kalian aku benar-benar gak akan bisa nyelesaiin cerita ini. Makasih all ❤️❤️❤️❤️

Ig: @makmummu1.__
@gsna.__

Seeyou di cerita aku yang berikutnya....

Assalamualaikum!

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang