Assalamualaikum!
Happy reading!
.
.
.Hari ini aku memutuskan untuk berjalan kaki menuju sekolah. Tentunya aku didebati oleh Umi dan Kak Arsyi, katanya mereka tidak bisa membiarkan aku kelelahan. Padahal aku tidak mungkin kelelahan hanya karena berjalan kaki menuju sekolah. Sekolahku tidak sejauh itu.
Setelah perdebatan tadi, pada akhirnya Umi dan Kak Arsyi mengizinkan, karena aku mulai memperlihatkan muka kesalku. Jika sudah seperti itu, maka Umi dan Kak Arsyi akan luluh denganku.
Aku berjalan seraya memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang. Aku mengambil uang ku yang ada di saku baju, berjalan menuju Bapak yang sedang menjual roti. Aku menulis sesuatu di notebook ku.
'Pak, saya beli satu roti dan satu air mineral ya, Maaf, saya tidak bisa berbicara. Jadi, saya membeli dengan cara menulis ini.'
Bapak tersebut tersenyum lalu memberikan apa yang aku pesan tadi.
"Semuanya jadi sepuluh ribu, Neng."
Aku sempat kaget saat mengetahui bapak itu bisa bahasa isyarat. Aku membalas dengan tersenyum lalu mengambil uang dua puluh ribu.
"Kembaliannya untuk bapak saja." dapat kulihat raut terkejut itu muncul dari wajah sang bapak.
"Gak bisa Neng, ini uang Eneng."
"Gak papa Pak, itu rezeki bapak."
"Aduh, makasih banyak ya Neng." aku mengangguk lalu melebarkan senyumku.
Aku kembali melangkahkan kakiku, tapi baru beberapa langkah saja, aku mendengar seseorang memanggilku.
"Woy bisu!"
Ketika berbalik, aku langsung memutar kedua bola mataku jengah. Ariel, teman sekelasku itu langsung menepikan motornya. Ia langsung turun seraya mendekatiku.
"Gimana tawaran gue waktu itu?" pertanyaan tiba-tibanya ini membuatku mengernyit bingung. Tawaran apa?
Kepalanya perlahan mendekat ke samping kepalaku. Aku langsung menjauhkan diriku ketika dia tiba-tiba bersikap aneh seperti itu.
"Lo mau kan puasin gue?" tanyanya seraya tersenyum mengejek.
Aku tau sekarang arah pembicaraannya. Entah apa maksudnya merendahkan seorang perempuan seperti ini. Padahal dia juga di lahirkan dari seorang perempuan. Bohong jika aku tidak sakit hati, aku sangat sakit hati. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku juga tidak bisa meluapkan kemarahanku padanya.
"Tenang aja, berapapun yang lo mau bakalan gue bayar."
Dari pada mendengar ocehannya yang tidak bermutu itu, lebih baik aku pergi dari sini. Aku langsung tersentak kaget ketika tanganku ditarik oleh Ariel. Tubuhku kehilangan keseimbangan. Dan dengan refleks aku memegang jaket Ariel. Tangan pria itu langsung menahan pinggangku. Sungguh, aku benar-benar tidak nyaman dengan hal ini. Posisi ini sangat intim. Apalagi status kami bukan mahram.
Aku ingin bangkit, batinku terus beristighfar. Tapi, Ariel malah mencengkram pinggangku dengan sangat kuat. Mataku langsung berkaca-kaca, apalagi ketika tenagaku ingin bangkit rasanya terkuras karena Ariel menahan tubuhku.
"But, gue gak jadi nyewa lo, soalnya lo gak bisa desah." pria itu langsung melepaskan tangannya dari pinggangku. Tubuhku ia hempaskan hingga jatuh. Astaghfirullah, pinggangku sakit sekali.
"Gue duluan, bye!" pria itu langsung menaiki motornya kembali.
Aku menghembuskan napasku. Tanganku mengelus punggungku yang sangat sakit. Bayangkan saja, di hempaskan ke aspal, bagaimana tidak nyeri? Ariel benar-benar tidak memiliki akal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diam yang terluka
SpiritualitéMemangnya salah jika kita terlahir sebagai tunawicara? Memangnya salah kalau kita dibesarkan di panti asuhan? Pertanyaan itu selalu hadir di benak gadis yang berusia enam belas tahun itu. Ameena Az-Zahra namanya. gadis yang memiliki keistimewaan ya...