Assalamualaikum!
Cerita ini emang slow update ya ges... Soalnya ekhm...
Happy reading!
.
.
.Aku menenggelamkan kepalaku di lipatan tanganku. Rasanya aku sangat malas sekali sekolah hari ini. Tapi, Kak Arsyi malah mengantarku pagi sekali. Katanya beliau dapat piket pagi.
Setelah beberapa menit dengan posisiku tadi, sekarang dapat ku dengar teman-teman ku mulai berdatangan. Aku mengangkat kepalaku, menatap para temanku yang mulai sibuk bercengkrama satu sama lain. Kadang-kadang aku juga sangat ingin ikut bercengkrama seperti mereka. Tapi, aku masih sadar diri. Aku saja tidak bisa berbicara, bagaimana bisa aku ikut berpartisipasi dalam sircle mereka?
Aku menghela napas dengan kasar, belum sempat aku kembali menaruh kepalaku di atas meja, Sella sudah menggebrak mejaku. Aku langsung mengernyit bingung.
"Gatel banget lo jadi cewek!" bentaknya. Aku semakin mengernyitkan alisku. Memang benar selama ini aku selalu di bully oleh teman-temanku. Tapi, maksud dari perkataan Sella ini, aku benar-benar tidak mengerti.
Tanganku terangkat ingin menulis sesuatu, tapi Sella malah mencengkram dengan kuat tanganku.
"Kalo udah bisu, minimal sadar diri lah anj*ng! Lo liat! Lo setara gak sama Adrian! Adrian itu cowok sempurna! Dan dia cuman punya gue, maksud lo apa tiba-tiba belanja sama cowok gue?" nada suara Sella semakin meninggi. Dan cengkramannya juga semakin menyakitkan.
"Si Ameena pasti jual diri sama si Adrian, Sel." astaghfirullah. Aku beristighfar dalam hati ketika mendengar Tania berkata seperti itu.
"Udah keliatan sih dari mukanya." Aldo, teman sekelasku yang lain juga ikut menimpali.
"Gue mau dong! Lima jam ya," aku menatap Ariel seraya menggeleng pelan. Apa maksud perkataan lelaki itu? Aku tidak pernah menjual diriku kepada orang lain.
"Jawab bodoh! Apa maksud lo belanja bareng Adrian? Mau nantangin gue? Lo tau kan kalo gue pacarnya Adrian?" aku langsung mengangguk. Bahkan satu sekolahpun tau bahwa Sella dan Kak Adrian sedang menjalin hubungan haram itu.
"Lo udah tau tapi lo tetap jalan sama Adrian? Sel, ini sih emang kegatelan banget si bisu ini." Aku menatap Tania dengan tajam, dan Tania juga balas menatapku dengan tajam.
"Berani lo natap Tania kaya gitu? Mau gue colok mata lo?" Sella melepaskan cengkramannya lalu beralih menarik rambutku dari balik jilbab. Sakit sekali.
"Gue ingetin sama lo, sekali lagi gue dapet foto lo berdua sama cowok gue, lo habis di tangan gue!" Sella langsung melepas dengan kasar jambakannya. Aku menghela napas dengan pelan. Semoga Allah bisa membuka pintu hati mereka.
"Kalo kekurangan uang, ke gue aja. Gue bisa muasin lo sekalian ngasih lo uang. Gak usah ngincer pacar orang." setelah membisikkan kalimat menjijikkan itu, Ariel dan Aldo langsung kembali ke kursi mereka.
Entah apa yang ada di pikiran mereka. Lagipula, aku juga tidak ingin mengambil Kak Adrian dari Sella. Bagiku, perkataan yang mereka berikan hanya angin lalu. Yah, aku akan selalu mencoba untuk tidak sakit hati ketika di rendahkan seperti itu. Lagipula, aku selalu mencoba untuk tidak menanggapi mereka yang tidak menyukaiku.
*****
"H-ai, gue boleh duduk di sini?"Aku mengangkat kepalaku, memandangi gadis yang tadi bertanya dengan gugup. Padahal aku juga tidak mungkin memakannya. Tapi, dia malah bertanya dengan gugup seperti itu. Apa karena ini adalah interaksi pertama kami? Yah, ini adalah pertama kalinya teman sekelasku yang bernama Shirren, menegurku.
"Gak boleh, ya?" aku langsung mengerjap ketika mendengar suaranya lagi. Langsung saja aku tersenyum seraya mengangguk mempersilakan. Lagipula, tempat duduk yang ada di bawah pohon ini kan milik umum.
"Lo nunggu siapa?" tanyanya.
Aku membuka buku kecil yang selalu ku gantung di leher, menulis jawaban yang tadi di lontarkan gadis di sampingku ini.
'aku sedang menunggu kakakku menjemput. Kalau kamu?'
"Gue nunggu abang sepupu gue," aku menganggukkan kepalaku.
Setelah itu hanya keheningan yang ada di antara kami. Shirren sibuk dengan gawainya, sedangkan aku sibuk menggambar desain baju. Ahya, ngomong-ngomong, selain hobi menghias kue, aku juga sangat suka menggambar desain baju. Aku berharap sekali salah satu desain bajuku ini bisa jadi. Dan aku ingin melihat Kak Arsyi dan Umi memakainya, pasti mereka sangat cantik.
"Naik!" aku menatap orang yang baru saja berbicara tersebut. Mataku langsung membulat. Untuk apa Kak Adrian menyuruhku naik? Apa maksudnya?
"Ekhm, gue duluan ya." kulihat Shirren mulai mendekati Kak Adrian. Astaghfirullah, aku terlalu kege'eran. Aku pikir Kak Adrian mengajakku.
"Tunggu bentar!" Kak Adrian turun dari motornya. Lelaki itu berjalan ke arahku yang masih duduk.
"Hai bisu, gimana? Si Sella udah ngapain lo?" aku mengernyit heran. Maksudnya kejadian yang di kelas tadi bukan? Kenapa pria ini bisa tau?
"Lo bingung ya? Dasar bodoh!"
"Abang!"
"Diam lo Ren! Gue gak ngomong sama lo!" Kak Adrian membentak Shirren yang tadi memanggilnya.
"Lo pikir gue ngikutin lo belanja kemarin karena gue suka sama lo? Cih! Pasti sekarang Kakak angkat lo itu seneng karena adeknya yang bisu ini di taksir sama cowok tampan kaya gue." narsis sekali pria ini. Lagipula aku juga tidak berharap ia menyukaiku.
"Gue sengaja ngikutin lo, karena teman gue ngambil foto kita. Terus di kirim ke Sella. Dan gue tau, Sella bakalan selalu ganggu lo karena udah deketin gue. Dan gue harap dia bisa selalu bully lo sampai gue nanti lulus. Itu hukuman buat lo karena udah nolak waktu gue suruh buat ngerokok." aku tidak menanggapinya. Aku mencoba mengabaikannya, dengan terus menggambar desainku.
"Mulai gak sopan ya!" dia langsung mengambil kertasku. Aku langsung membulatkan mataku ketika melihat desain yang sudah ku buat susah payah langsung di robek oleh lelaki gila yang ada di hadapan ku ini.
"Buat apa lo gambar baju? Lo gak mungkin bisa jadi designer, lo itu cuman beban Ameena. Lo itu beban buat ibu panti lo, beban buat Kakak angkat lo. Lo liat kan perjuangan mereka selama ini buat nyekolahin lo? Apalagi otak lo yang kecil ini benar-benar bodoh! Lo selalu dapat peringkat di bawah sepuluh besar."
Apa maksudnya? Memangnya kenapa jika aku tidak bisa masuk ke dalam peringkat sepuluh besar? Apa itu sebuah dosa?
"Lo liat, Kakak lo perawat, dia bisa jadi kaya gitu karena ngandelin beasiswa. Sedangkan lo? Lo ngandalin uang mereka. Lo itu cuman beban berat mereka. Bahkan orang tua lo aja ngebuang lo ke panti karena lo itu aib besar bagi mereka, Ameena. Lo cuma aib!" entah darimana ia mengetahui bahwa Kak Arsyi mendapatkan beasiswa dulu. Dia benar-benar seperti stalker.
"Dan dengan lo terus ingin bersekolah di sekolah elite ini, itu hanya menambah beban mereka. Ngerawat lo aja beban. Dan di tambah lagi biaya pendidikan lo. Orang bisu kaya lo mana bisa buat mereka bangga! Mereka terlalu menaruh harapan tinggi ke aib kaya lo."
Sudah cukup! Aku tidak bisa membiarkan air mataku menetes di hadapannya. Aku langsung berdiri lalu mengambil tasku. Aku berlari menjauh dari Kak Adrian dan Shireen, bahkan aku masih dapat mendengar Shirren memanggilku. Aku tidak peduli bagaimana reaksi Kak Adrian. Karena bagiku, perkataannya yang satu ini terlalu menyakitkan.
Selama ini dia tidak pernah mengatakan hal seperti itu. Walaupun ia sering menggangguku ia tidak pernah berkata bahwa aku adalah aib, ataupun beban Umi dan Kak Arsyi. Tapi sekarang, dia malah mengatakan hal itu. Entah kenapa dia tiba-tiba mengatakan hal seperti itu. Hal yang sangat aku benci.
'Aku bukan aib keluarga!'
.
.
.Maaf jika menyinggung perasaan!
Jgn lupa fllw ig aku @makmummu1.___ atau @gsna.__ kalau mau di fllbck DM aja ya.
Btw, crta ini gak akan panjang, paling nyampe 20 part an.
See you next chap👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Diam yang terluka
SpiritualMemangnya salah jika kita terlahir sebagai tunawicara? Memangnya salah kalau kita dibesarkan di panti asuhan? Pertanyaan itu selalu hadir di benak gadis yang berusia enam belas tahun itu. Ameena Az-Zahra namanya. gadis yang memiliki keistimewaan ya...