34. Keputusan Ameena

1K 71 78
                                    


Assalamualaikum!

Double up nich!

Happy reading!

.
.
.

Ariel POV

"Ariel, aku izin saja hari ini." gue melirik Ameena yang duduk di meja pantry. Istri gue itu hanya mengenakan baju gue yang kebesaran di tubuhnya yang mungil.

"Nanti aku bilangin ke ketua kelas kamu." mulai pagi ini, kami sepakat menggunakan aku-kamu. Karena Ameena sudah mengerti arti menyatu yang gue maksud. Ah, senang sekali saat mengingat tadi malam. Tenang aja, gue main aman kok. Setelah dari rumah sakit, gue dan Ameena berbelanja kebutuhan kami. Dan tangan gue langsung mengambil pengaman.

Kalian tau kejadian lucunya? Ameena dengan percaya dirinya mengambil lima. Padahal gue mengambil hanya tiga, tapi gadis, ralat dia sudah berubah menjadi wanita tadi malam. Wanita itu malah mengambil lagi dua. Dia bilang dia juga ingin. Dia mengira itu permen. Biarkan saja.

Saat di kasir, Kakak kasirnya malah membuat gue naik pitam. Dia bilang begini, "Dek, beli pengaman biar gak hamil ya? Pakai pengaman juga kadang-kadang bisa hamil lho, sebaiknya jangan ngelakuin itu sebelum ada ikatan deh." Ameena yang benar-benar masih polos malah bertanya. "Memangnya itu apa?" ingin rasanya gue menutup mulut Kakak kasir itu dengan lakban. Untungnya, saat itu Kakak kasir tersebut tidak menjawab, dia langsung terdiam saat gue melayangkan tatapan tajam.

Tapi sekarang, mungkin Ameena sudah paham maksud dari Kakak kasir itu, karena sekali lagi gue katakan, Ameena sudah menjadi milik gue seutuhnya.

"Kamu bikin apa?"

"Susu sama roti. Sarapan ini aja ya, aku gak bisa masak soalnya." Ameena mengangguk lalu tersenyum. Dia turun dari meja pantry untuk membantu gue menyiapkan makanan, tapi dia malah meringis, dia terlalu bersemangat turunnya.

"Sakit banget?" dia menggeleng.

"Tadi turunnya terlalu kasar aja." gue mengangguk. Langsung saja gue menggendong Ameena lalu mendudukkannya di kursi.

"Kamu gak sekolah?"

"Ditinggal sendiri gak papa, emangnya?" gue langsung balik bertanya.

"Nanti aku suruh Kak Arsyi datang ke sini, dia sedang tidak ada shift." gawat! Kalau Kakak ipar gue itu datang, dia nanti akan bertanya banyak hal, dan Ameena pasti akan menjawab dengan jujur. Mengingat wanita ini jujurnya benar-benar kelewatan.

"Gak usah, aku izin juga hari ini."

"Memangnya bagian bawah kamu sakit juga?" Ya Tuhan! Pertanyaan macam apa itu? Ameena benar-benar polos sekali.

"Gak sakit kok, malah enak." jawaban macam apa pula yang gue lontarkan ini? Biarkan saja, lagipula Ameena harus berhenti menjadi polos saat bersama gue.

"Ariel, kapan aku hamilnya? Apa dalam waktu seminggu dia akan sampai ke rahim?" Ya Allah! Selamatkan hamba dari pertanyaan macam ini. Bukannya Ameena tau kalau kami menggunakan pengaman?

"Kita pakai pengaman, jadi kamu gak bakalan hamil."

"Oh iya, aku baru ingat. Tapi Ariel, kenapa harus pakai pengaman? Kamu tidak ingin anak dariku, ya?" aduh Ameena, bukan begitu maksudnya. Kalau lo hamil, gue juga yang bakalan babak belur di hantam bapak lo. Ingin rasanya menjawab seperti itu.

"Ameena, kita masih sekolah, sembilan bulan lagi kita bakalan lulus, emang kamu mau dikeluarin dari sekolah?" Ameena langsung menggeleng dengan cepat.

"Tidak mau Ariel! Aku ingin kuliah." gue menganggukkan kepala seraya mengelus kepala wanita itu dengan lembut.

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang