7. Bukan anak yang diharapkan

1.3K 94 53
                                    

Assalamualaikum!

Tandain typo dan

Happy reading!

.
.
.


Hari ini kami kembali kedatangan tamu, bedanya bukan bapak yang kemarin. Tapi istrinya. Lihatlah, sedari tadi beliau terus saja mengamuk. Sedangkan Umi dan Kak Arsyi terlihat tidak menanggapi. Aku? Jangan di tanya, sekarang aku sedang sibuk bersembunyi di balik dinding. Aku tau berdosa telah menguping seperti ini, tapi aku benar-benar ingin tau apa yang akan di lakukan istri dari bapak yang kemarin mengaku sebagai ayah ku.

"Apa dia sudah bertemu dengan gadis sialan itu?"

"Berhenti memanggil putri saya seperti itu. Lagipula, putri saya tidak ingin tinggal bersama kalian!" akhirnya Umi menanggapi Ibu dengan pakaian yang menurutku sangat berlebihan itu. Bajunya pasti mahal, tapi tetap saja rasanya terlalu berlebihan.

Ibu tersebut tersenyum miring, "Syukurlah anak itu masih sadar diri."

Mataku langsung berkaca-kaca ketika mendengar ia berkata seperti itu. Ayolah Ameena, harusnya kamu sudah tahu bahwa beliau akan mengeluarkan kalimat penolakan atas dirimu. Aku terus menggerutu di dalam hati, aku tau dia akan menolakku, tapi rasanya kenapa masih sesakit ini?

"Sekarang, silakan Anda keluar dari sini!" pinta Kak Arsyi.

Bukannya keluar, ibu itu malah mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ia mengeluarkan amplop tebal berwarna cokelat, entah apa isinya. Tapi, aku merasa isinya adalah uang.

"Buang jauh-jauh gadis itu dari panti ini, jika perlu kirim dia keluar negeri. Setelah mengetahui anak itu ada di sini, suami saya pasti akan terus berusaha agar anak itu mau tinggal bersamanya."

Air mata yang sedari tadi ku tahan akhirnya tumpah juga. Perjuangan ibu ini untuk menyingkirkanku sangat patut di berikan jempol. Dia bahkan mengeluarkan banyak uang hanya demi menjauhkan aku dari suaminya. Padahal, aku juga tidak ingin tinggal bersama mereka.

Kak Arsyi mengambil amplop tersebut. Tanpa membukanya, Kak Arsyi langsung melemparkan kembali amplop tersebut. Uang yang ada di dalamnya langsung berhamburan.

"Anda pikir Anda siapa? Siapa Anda yang ingin memisahkan kami dari Ameena?"

"Apa kalian lupa? Saya adalah ibu dari gadis bisu itu!"

Aku langsung keluar dari tempat persembunyianku. Membuat semua yang ada di situ terdiam. Terutama Umi dan Kak Arsyi. Aku langsung memungut uang tersebut, kembali memasukkannya ke dalam amplop . Setelahnya, aku menuliskan sesuatu.

'Nyonya tenang saja, saya tidak akan kembali ke sana. Anggap saja, dulu saya menumpang di rahim Anda. Dan sebagai bayarannya, saya tidak akan pernah menampilkan wajah saya di hadapan kalian. Terima kasih karena sudah melahirkan saya dan memberikan saya kepada Umi.'

Aku memberikan kertas yang kutulis  beserta dengan amplop berisi uang tersebut. Ibu tersebut langsung menatapku dengan tajam. Ia langsung menggumpal kertas tadi lalu melemparkannya ke arahku.

"Saya pegang perkataan kamu. Jika sampai kamu mengingkarinya saya pastikan kamu akan menerima akibatnya!" dia langsung pergi setelah mengucapkan itu.

Umi memegang pundakku. Dengan segera aku mengusap kasar air mataku lalu berbalik menghadap Umi.

"Sejak kapan Ameena mendengar perdebatan ini?" tanya Umi.

Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan Umi.

"Ameena, kamu sudah tau ibu itu?" kini Kak Arsyi yang bertanya. Kertas yang tadi di lempar ibu tersebut sudah di baca Kak Arsyi ternyata. Dan Umi juga langsung mengambil kertas itu.

Kak Arsyi langsung memelukku dengan erat. Aku terkekeh di sela-sela air mataku yang merembes keluar. Aku baik-baik saja, sungguh. Selagi bukan penolakan dari Umi dan Kak Arsyi, aku bisa bertahan.

"Sayang," Umi mengelus pipiku ketika Kak Arsyi sudah melepaskan pelukannya.

"Sampai kapanpun Ameena adalah putri Umi, kesayangan Umi, dan kebanggaan Umi." aku langsung terisak ketika mendengar Umi berkata seperti itu. Umi selalu bisa membuat ku bahagia. Umi selalu bisa membuatku menjadi lebih baik lagi.

Aku sangat menyayangi Umi dan Kak Arsyi melebihi diriku sendiri. Jadi, aku tidak akan pernah meninggalkan mereka. Tidak akan. Karena di sini aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Kasih sayang, cinta, perhatian, semua di berikan oleh Umi dan Kak Arsyi, bahkan anak-anak di sini juga.

*****


"Ameena!"

Aku langsung berbalik ketika mendengar teriakan itu. Mataku menyipit ketika melihat Shirren berjalan seraya menggandeng seorang pria.

"Baru datang?" tanyanya. Aku mengangguk, padahal aku rasa, pertanyaannya itu tidak harus di jawab karena ia pun tau jawabannya.

"Ohya, kenalian, ini Arzan, pacar gue." aku sudah menebak. Melihat bagaimana Shirren menggandeng pria itu.

Tapi, yang menjadi permasalahan sekarang adalah, pacarnya itu adalah salah satu antek-anteknya Kak Adrian. Bahkan kini Kak Arzan sudah menatapku dengan sangat tajam.

"Ayo ke kelas!" seru Shirren.

"Kamu ke kelas aja by, aku sama Ameena aja." Kak Arzan mengangguk lalu mencium pucuk kepala Shirren. Gadis itu terlihat merona. Aku beristighfar dalam hati, kenapa perzinaan seperti ini di normalisasikan? Bahkan mereka bermesraan di lingkungan sekolah seperti ini. Bukannya perbuatan itu tidak patut di normal kan? Bahkan yang sudah halal saja kadang segan menunjukkan keromantisannya di khalayak ramai. Tapi, kenapa yang haram malah bangga?

Aku tersentak kaget saat Shirren langsung menarik tanganku menuju kelas. Mataku langsung terpaku ketika melihat Kak Adrian berdiri di depan pintu kelas kami. Kak Arzan dan Kak Rendy berdiri di sampingnya.

"Kamu ngapain di sini By? Kenapa gak ke kelas kamu?" sudah jelas sekali pertanyaan yang Shirren lontarkan tertuju pada kekasihnya.

"Nemenin Adrian." jawabnya seadanya.

Tatapan Shirren langsung menajam saat mendengar nama Kak Adrian.

"Mau apa lo?"

"Gue punya urusan sama dia!" Kak Adrian langsung menarik tanganku. Aku dapat mendengar suara teriakan Shirren. Gadis itu langsung di tahan oleh kekasihnya. Aku tidak tau Kak Adrian ingin membawaku ke mana.

Tanganku terus memberontak. Bahkan kini aku dan Kak Adrian menjadi pusat perhatian. Aku langsung mengangkat tangan ku, tangan Kak Adrian yang memegang pergelangan tanganku juga ikut terangkat. Langsung saja ku gigit tangan itu.

Bugh!

Kak Adrian langsung mendorongku. Dan aku kini terjatuh tepat di depan kaki seseorang.

"B*ngsat! Sini lo!" aku langsung berdiri, ingin berlari sekencang mungkin. Tapi, orang yang tadi kakinya berada di depanku malah menahanku.

Aku langsung menatapnya, mataku tanpa bisa ku cegah langsung berkaca-kaca. Apalagi ketika melihat Ariel, yang memegang lenganku. Rasanya sudah banyak sekali para pria yang menjamah lenganku. Allah pasti marah kepadaku.

"Nih!" Ariel langsung mendorongku sehingga aku berada dalam pelukan Kak Adrian.

"Thanks!" dia kembali menarikku. Air mata yang sedari tadi ku tahan, akhirnya mengalir. Aku menatap Ariel, agar pria itu mau menolongku. Tapi, nyatanya aku terlalu berharap. Karena bagaimanapun, Ariel termasuk orang yang suka melihat aku seperti ini.

Ya Allah, apa yang akan dilakukan Kak Adrian. Kenapa ia membawaku menuju gudang yang tidak terpakai ini?


.
.
.

Jangan kaget di part selanjutnya.

Maaf jika ada yang menyinggung perasaan.

Seeyou next chap 👋

Assalamualaikum!

Diam yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang