Menyadari kalau baru saja menangis sambil dipeluk Erik, Erina bergegas menjauh sambil memalingkan wajah dengan perasaan malu.
“Saya nggak nangis,” ujar Erina.
Erik mengangguk. “Iya.”
“Saya nggak cengeng.”
“Iya ...”
“Tadi cuma kebawa suasana.”
“Iya, Erina.”
“Tadi ada debu yang masuk ke mata saya.”
“Stop, Erina. Saya nggak nanya.”
Erik memutar bola mata. Erina sepertinya gengsi mengakui kalau merasa bersalah sampai menangis, memang apa susahnya bicara jujur?
Erina tak bicara apa pun lagi karena masih merasa malu usai menangis. Saat tetangganya pamit pulang, ia pun ikut serta berpamitan.
Di dalam mobil Erik, Erina berujar, “Saya mau bantu Mas Erik nyari tau kebenaran di balik kematian Bu Indri.”
Erina yakin ia tak akan merasa bersalah dan berhenti kepikiran jika tahu yang sebenarnya terjadi dan membantu Erik menemukan kebenarannya agar Indri mendapat keadilan.
Erik mengangguk sambil melempar senyum.
Tunggu, apa ini? Erik langsung setuju, padahal biasanya jika ada orang lain yang hendak ikut sampur dalam pekerjaannya, ia akan langsung menolak apalagi jika orang itu baru dikenal. Namun, entah mengapa ia percaya para Erina.
Mereka tiba di rumah Erina pada malam hari. Masuk ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri, kemudian mereka kembali bertemu untuk makan malam.
“Tadi Pak Bimo nggak pulang ke rumah sebelah kan?” tunjuk Erik pada rumah yang ditempati mendiang Indri di samping.
“Enggak. Kayaknya tadi nginep di rumah orang tuanya Bu Indri.”
Erina tak habis pikir, Bimo tampak akrab dengan orang tua Indri seolah orang tak bersalah, tingkahnya seperti seorang suami yang amat mencintai istrinya dan merasa kehilangan.
“Kalau gitu entar saya mau masuk ke rumah sebelah,” kata Erik sambil menyuap makanannya.
“Masuk?”
“Menyusup lebih tepatnya,” bisik Erik.
Erina terbelalak mendengarnya. Baru hari kedua di sini sudah akan membuat ulah! Sebenarnya Erik mau apa di sana? Kalau pelakunya Bimo seharusnya Erik mengikuti Bimo atau menyelidiki Bimo dengan serius bukan malah mau menyusup ke rumah orang ‘kan?
Meskipun Erina merasa bahwa Erik membuat ulah, tetapi ia mengikuti pria itu hingga tiba di halaman belakang rumah. Di sana tampak gelap dan sepi. Halaman belakang rumah Erina dan Indri hanya dibatasi satu tembok yang tak terlalu tinggi.
Erik berencana masuk lewat belakang rumah agar tidak ketahuan oleh tetangga yang lain.
“Kamu mau ikut saya?” tanya Erik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me vs Mr. Detective (TAMAT)
Roman d'amour"MALING! ADA MAL--HMMPPP!" "Ssttt! Diam atau saya cium?!" Berawal dari kasus kematian janggal yang menimpa tetangga samping rumah, Erina (23 tahun) terlibat dengan seorang detektif swasta bernama Erik (33 tahun), pria yang aneh dan menyebalkan. Hubu...