"MALING! ADA MAL--HMMPPP!"
"Ssttt! Diam atau saya cium?!"
Berawal dari kasus kematian janggal yang menimpa tetangga samping rumah, Erina (23 tahun) terlibat dengan seorang detektif swasta bernama Erik (33 tahun), pria yang aneh dan menyebalkan.
Hubu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Detak jantung Erina berpacu begitu cepat, peluru itu menggores lengan kirinya dan memunculkan sensasi tajam yang menusuk. Syok, Erina akhirnya pingsan. Erik yang melihatnya pun semakin dibuat gemetar.
“E-Erina! Sadar, Er!” teriak Erik dalam kepanikan.
Setelah mendengar suara tembakan, Deon, Pras, dan polisi yang lain langsung menangkap sang pelaku. Sebelumnya mereka mengikuti Erik diam-diam dan bersembunyi, tak mereka sangka dengan gerakan begitu cepat sang pelaku menembak hingga mengenai Erina.
Erik takut sekaligus panik. Ingatan masa lalu kembali berputar saat melihat temannya tertembak di depan matanya. Ia hanya bisa diam dalam keterkejutannya sambil menatap darah yang keluar dari lengan Erina.
Deon berlari tergopoh-gopoh menghampiri Erik dan Erina.
“Rik! Keadaan Erina gimana?!”
Erik masih terdiam seperti panik sendiri. Deon yang menyadari itu bergegas memanggil Pras, meminta bantuan untuk membawa Erina ke mobil agar segera dilarikan ke rumah sakit. Sedangkan Deon memapah Erik.
“Rik, lo harus tenang. Oke?” ucap Deon yang saat ini sudah duduk di dalam mobil bersama Erik.
Napas Erik putus-putus dengan tangan yang masih gemetar apalagi melihat ada darah Erina di sana.
“Erina!” seru Erik saat tersadarkan. “Erina gimana?!”
“Kita bawa dia ke rumah sakit sekarang,” jawab Deon.
Tubuh Erik melemas. Pria itu menunduk dan meremas rambutnya dengan kasar, tak peduli ada darah di tangannya. Deon yang melihat itu segera menghentikan aksi Erik.
“Ini salah gue … Erina ngalamin hal buruk kayak gini karena gue.”
Erik merasa begitu bersalah. Seandainya sejak awal Erina tak terlibat dengannya, perempuan itu pasti tidak akan mengalami kejadian malang seperti ini.
Tiba di rumah sakit, Erina langsung dilarikan ke unit gawat darurat. Tim medis dengan sigap menanganinya. Setelah pemeriksaan, sang dokter memberi tahu bahwa luka di lengan Erina tidak terlalu dalam. Mendengar itu membuat kekhawatiran Erik berkurang sediki, ia sempat khawatir luka Erina sangat dalam sampai mengenai tulang atau saraf, dan untungnya tidak. Meskipun begitu, Erik tetap merasa cemas, tidak hilang seratus persen.
“Rik, lo ada niat hubungi keluarga Erina?” tanya Deon.
Ah, benar, Erik hampir lupa! Kakek Erina! Apakah pria tua itu masih menunggu Erina di pasar? Astaga, sudah berjam-jam berlalu!
“Gue hubungi adiknya,” jawab Erik.
Erik bergegas mengambil ponsel lalu menghubungi Ethan dan memberi tahu yang sebenarnya. Terdengar ketidakpercayaan dari Ethan pada awalnya, tetapi Erik tetap menjelaskan sampai Ethan terdengar syok dan percaya. Erik juga memberi tahu tentang Hendra yang kemungkinan masih di pasar.