29 - Diculik?

15.4K 1.1K 32
                                    

“Mas Erik nggak mungkin bisa ke sini, dan saya juga nggak bisa pergi nemuin Mas Erik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mas Erik nggak mungkin bisa ke sini, dan saya juga nggak bisa pergi nemuin Mas Erik.”

“Kenapa?”

“Kakek saya masih nginep di sini dan ngawasin saya terus.”

“Mungkin kita bisa ketemuan di luar. Kamu tinggal nyusun rencana.”

Erina terdiam sejenak, berpikir. “Bisa sih. Alesannya misal saya pergi belanja? Kita ketemuan di pasar gitu?”

“Boleh, haha.”

Erik tiba-tiba tertawa dari seberang sana. Erina yakin pria itu mentertawakan lokasi ketemuan di pasar. Erina akan mengusahakannya untuk bertemu Erik di manapun itu.

“Tapi kalau kakek saya ngotot mau ikut nemenin ke pasar gimana?”

“Hm … di pasar kan ada banyak orang, kamu bisa pisah dari kakekmu dan nyamperin saya.”

“Bener juga. Atau saya mikir dulu, barangkali ada cara lain biar kita bisa ketemuan.”

Tak ada lagi yang dibicarakan, panggilan pun berakhir.

Di sisi lain, Erik terdiam di sofa sambil memegang ponselnya erat-erat. Ia menegak kaleng bir di tangannya hingga tandas.

Detak jantung Erik berpacu begitu cepat. Pria itu tertawa sejenak lalu menyugar rambutnya ke belakang. Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya? Selama berhari-hari tidak semangat untuk beraktivitas dan moodnya buruk, tetapi setelah bertelepon singkat dengan Erina dan mendengar suara Erina, perasaan Erik membaik.

Percakapan singkat tadi berhasil mengembalikan perasaan rindu yang membara di dada Erik sejak beberapa hari yang lalu. Setelah berpisah dengan Erina, Erik merasa seolah ada kekosongan yang tak bisa diisi oleh siapapun selain Erina.

Erik menyandarkan punggung, menatap langit-langit ruangan. Di apartemennya ini terasa sepi. Biasanya ia tak sedih dengan perasaan sepi ini, namun tiba-tiba perasaan sedih itu muncul jika teringat Erina.

Erik kembali menatap ponselnya, kali ini menghubungi Deon.

“Halo?”

“Yon …”

Erik menghela napas kasar.

“Apa?”

Erik tak menyahut, malah meletakkan ponselnya begitu saja lalu membuka kaleng bir yang masih penuh dan menegaknya.

Tak ada tanggapan, Deon di seberang sana mulai khawatir. Apalagi akhir-akhir ini Erik lebih banyak diam. Tanpa pikir panjang, Deon mematikan sambungan secara sepihak lalu meluncur keluar rumah.

Erik menatap ponselnya. “Loh … kok mati?”

Erik heran karena sudah tak tersambung dengan Deon, padahal ia ingin curhat.

Dengan kesadaran yang berkurang akibat mabuk, Erik beralih menghubungi Pras.

“Halo, Rik.”

“Pras …”

Me vs Mr. Detective (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang