“Kalian bahkan bukan pasangan suami istri! Bisa-bisanya …” Hendra menunjuk Erina dan Erik bergantian, lalu tatapannya kembali tertuju pada Erik. “Pergi kamu! Cepat!”
Hendra terlihat akan mengamuk pada Erik kalau Erina tak segera menahannya.
“Kek, tenang. A-aku perlu jelasin dulu.”
Erina dan Erik saling pandang dengan tampang panik. Mereka merutuki diri sendiri, bagaimana bisa lupa tak mengunci pintu? Kalau sudah begini, mereka merasa tak bisa berbuat apa pun selain pasrah menerima keputusan Hendra.
Setelah dibujuk berkali-kali oleh Erina, akhirnya Hendra lebih tenang. Mereka duduk bersebelahan dengan Erik di hadapan mereka.
“Jelaskan sekarang! Apa hubungan kalian? Teman? Pacar?” tanya Hendra sambil menatap Erina dan Erik bergantian.
Erina meremas kedua tangannya dengan gugup. Ia sampai berkeringat dingin. Belum pernah sebelumnya berada dalam situasi seperti ini. Lidahnya kelu, untuk bicara tiba-tiba terasa sulit.
Hal yang serupa terjadi pada Erik. Pria itu hanya diam. Sejujurnya ia merasa malu dan terpojok. Ini pertama kalinya melihat dan bertemu langsung dengan Hendra—setelah sebelumnya hanya mendengar suaranya—tetapi di pertemuan pertama malah seperti ini. Kacau. Image-nya pasti buruk di mata Hendra.
Setelah terdiam cukup lama, perlahan Erina mulai menjelaskan dengan jujur pada sang kakek, termasuk awal pertemuannya dengan Erik dan siapa itu Erik—tetapi ia tak menjelaskan tentang kasus Indri. Erina tak menutupi tentang hubungan ranjangnya dengan Erik.
Hendra mendengarkan sambil menahan amarah. “Jadi begini kelakuanmu kalau tinggal sendirian.”
“Kakek jangan salah paham! Aku baru pertama kali begini!” seru Erina, khawatirnya Hendra salah paham, mengira ia sering membawa pria yang berbeda-beda ke rumah.
“Maaf, ini semua salah saya. Kalau Anda mau marah, bisa marahi saya. Erina nggak salah,” ucap Erik, akhirnya buka suara.
Hendra menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Ia berusaha berpikir jernih walaupun masih syok.
“Kalian berdua sama-sama salah. Dan sebelum saya marah-marah lagi, sebaiknya kamu segera pergi dari rumah cucu saya,” ucap Hendra, menyuruh Erik pergi.
Pergi? Kata itu membuat Erina tak rela, tetapi ia tak sanggup melawan kakeknya di saat seperti ini.
Di mata Erina, kakeknya adalah orang yang baik, penyayang, dan lemah lembut. Baru kali ini ia melihat kakeknya semarah itu. Ia tak berani membangkang karena apa yang kakeknya katakan benar, dan ia yakin kakeknya menyuruh Erik pergi demi kebaikannya. Namun, ia masih tak rela.
Mata Erik dan Erina bertemu. Erik mengangguk dan memaksakan senyum seolah meyakinkan Erina kalau tak apa-apa jika ia pergi sekarang. Sedangkan Erina tak bisa menyembunyikan sorot sedihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me vs Mr. Detective (TAMAT)
Romance"MALING! ADA MAL--HMMPPP!" "Ssttt! Diam atau saya cium?!" Berawal dari kasus kematian janggal yang menimpa tetangga samping rumah, Erina (23 tahun) terlibat dengan seorang detektif swasta bernama Erik (33 tahun), pria yang aneh dan menyebalkan. Hubu...