Sekelebat tiupan angin tipis menyejukkan pengendara maupun pejalan kaki. Termasuk gadis yang enggan angkat kaki, menenteng tas kamera ke mana-mana. Penampilan sedikit acak-acakan tak mengurangi kecantikan.
"Awas dia nipu gue." Matanya menatap tajam. Selain hal-hal menarik lain. Ia mencoba mengambil gambar pedagang yang beristirahat di tepi jalan dan beberapa pelajar pulang sekolah, sekedar konsumsi pribadi.
Nareina belum melihat tanda-tanda kehadiran Lana, Lengkara, dan Fauna. Mungkin salah satu yang menjadi alasan mereka awet berteman adalah huruf belakang nama, semuanya sama berawal dari huruf A. Entah apa status pertemanan mereka sekarang.
Entahlah. Ia hanya berpikir asal-asalan, namun ajaibnya hari ini tidak ada yang berani melemparkan cemoohan lagi. Nareina tertarik memikirkannya, masa iya karena dia berpenampilan seperti ini dalam sehari?
Kepalanya merunduk mengabsen penampilan yang memang tak biasa ia gunakan di sekitar lingkungan kampus, lalu mendengus.
Tidak. Satu buah nama terlintas, Arkan. Bisa saja dia juga merasa malu karena videonya dibagikan ke internet. Rambutnya berterbangan bersama seulas senyum paling cantik.
Aneh mengapa Nareina masih terus memikirkan Angkasa setiap saat. Pikirannya terlalu setia sehingga kadang malah jatuhnya menyiksa. "Kayaknya gue tau kenapa bisa sesayang ini sama Angkasa."
Tin! Tin! Ia terperangkat otomatis balik badan. Bagaimana tidak? Suaranya persis di depan badan. Pandangan nyalang langsung disambut senyuman, serta cengiran khas.
Tiada balasan selain aura mengintimidasi yang kian menghantam. Tapi, bukankah lucu kalau cowok seperti Nata harus takut? Alhasil dia mempersiap diri menyapa.
Garukan kepala jelasnya menandakan kecemasan yang tersembunyi. "Pulang kan? Butuh tumpangan?" Nareina justru bingung bagaimana cowok itu bisa mengenalnya.
Sementara biasanya orang akan langsung pangling ketika melihat make up tebal serta penampilan tidak biasa. Gadis itu merutuk dalam hati tiba-tiba menyesal telah menunggu di sini, tempat awal mereka bertemu dan melancarkan obrolan tidak berbobot.
Jauh dari perkiraan. Yang ditunggu menghilang sedangkan yang tidak ditunggu malah datang. Ia merotasikan bola matanya agak jengkel. Kalau dipikir-pikir selalu emosian berada di dekat Nata barang semenit.
Meskipun begitu, sebenarnya Nareina tidak terlalu marah mengingat semua kesalahannya juga. "Ngomong-ngomong, bajunya bagus," pujinya lalu mengajukan jempol.
Dia ngalus? Nareina menatap sinis mendecih pelan. "Minggir apa gua colok mata lo!" balasnya mengejutkan.
Nathala memicing mata lama-lama heran juga. Dengan cara seperti apa bisa meluluh perempuan seperti ini, setidaknya agar dia mengubah sikap sedikit lebih manis? "Colok aja nih kalo bisa, ada dua mata gue," tantangannya nampak bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...