"Bukan urusan lo," jawaban Arkan tadi membuat Nata betah membatu.
Disambut pandangan menyala menilik ke satu titik. Angin menerpa epidermis dua mahkluk yang dibutakan oleh bintik-bintik kemurkaan.
"Nar-gue." Percuma, bahkan jika diperjelas. Posisinya benar-benar bersalah dan Nathala sendiri tak membenarkan atas perlakuan bejatnya. Plak! Sakit sekaligus malu ia rasakan.
"Mukak lo! Enggak sepolos kelihatan ya?" Naren menyipitkan mata terkulai lemas. Tak sampai mengira apa yang dilihatnya dari layar ponsel sungguh nyata. Kekasihnya, bercium dengan perempuan lain.
"Siapa cewek yang ada sama lo tadi, hm?" Gemas ingin bertanya namun didapatkannya hanyalah helaan napas tanpa penolakan. Apakah mungkin artinya semuanya benar adanya.
Bahunya telah letih berpura-pura kuat menghadapi. Tersembunyi kekecewaan dari raut wajah cantiknya. "Mending kita putus," tuturnya tak mampu melihat wajah Nata.
"Nar-nggak bisa gitu dong."
"Ya, apa lagi sih?!" sergah Naren melepaskan genggaman tangan pada lengannya. "Belum puas nyakitinya? Hah?! Pergi dari hadapan gue sekarang!" pekiknya merasakan perih di dada.
"Sebelum gue-makin, sakit gara-gara lo," ucapnya, nadanya memohon.
Nathala menggeleng mulai frustrasi bingung apa yang harus dilakukannya. Di sisi lain ia harus melepaskan Naren namun di sisi lain, hatinya egois. "Gue nggak akan lepasin lo! Okay?" katanya memegang pinggang ramping sang kekasih.
Yang sayangnya meminta untuk diputuskan. "Untuk?" tantang Naren tajam. "Apa sih mau lo," desisnya heran.
"Aku-cuma, nggak bisa," balasnya menatap ke dalam bola mata berair si gadis.
"Tolong keluarin motor gue," ucap Naren pada Arkan meminta keluarkan dari parkiran yang amat padat. Lelaki itu memicingkan mata heran masih tak percaya Nareina menyukai Nata.
Jadi apa yang dikatakannya sungguh bukan bualan. Kecuali tentang dirinya yang belagak seakan tidak menyukai Naren. Ia beralih memandang Nathala lagi dan benar, mukanya kelihatan bingung. "Sendana! Minjem motor lo?"
Sendana menoleh begitu Nareina memanggil. Tak mengira cowok itu ada di sekumpulan teman-teman Arkan. Jalanan terlampau hening ketika ratunya, Nareina mendadak ingin bermain.
Dua sepeda motor dideretakan sejajar. Ia meletakkan tangan ke depan dada setelah mennyender ke badan kendaraan tadi, menegakkan dagu tinggi.
Menjelaskan ia tidak takut pada lelaki manapun. Termasuk kekasihnya sendiri, yang berdiri tepat di hadapan. "Balapan, kalau gue menang, kita putus."
"Kalau gue kalah... lo boleh tetep jadiin gue pacar dan boleh juga semaunya selama adanya hubungan kita." Tantangan dari si gadis terdengar sadis. Nareina tidak pernah main-main dalam menentukan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...