Dua tahun berlalu....
Dia kembali, jiwa periang yang dibinasakan oleh kiasan manis kata-kata. Terhimpit ramah tamah reruntuhan bumantara, mendekam di balik cakrawala.
Hari ini butala menangis tersedu-sedu. Musim kemarau panjang merengkuh momen berharga yang tidak bisa dibeli, bahkan dengan nyawa.
Lebar kaca jendela menunjukkan penampakan sunyi jalan menuju kediamannya. Fokusnya tertuju pada satu pohon yang berdiri kokoh meski diterjang badai, ranting dan daun-daunnya bergoyang-goyang nyaris tumbang.
Ia bergidik ngeri mengusap lengan-lengan setelah sekitar lima menit berdiam diri menikmati kopi panas. Mendesah bosan beberapa kali.
Andai saja... ia bisa menghirup aroma pagi di mana semua anggota keluarga berkumpul, saling mengerubuni berlindung dari sekelebat kilat penghantar gemuruh petir.
Salah jika kalian berpikir pria ini sedang mengenang-ngenang masa kecil karena rindu. Pada kenyataannya ia hanya... ingin merasakan lagi seperti apa rasanya, memiliki keluarga.
Dua tahun lalu ia resmi bercerai dengan istrinya. Wanita yang bertahun-tahun sempat menyakinkannya, akan tumbuhnya cinta, setelah mati rasa. Perempuan itu lelah berjuang, pergi mencari kebahagiaan lain.
Lagipula, wanita mana yang sanggup hidup tanpa merasa sepenuhnya dicintai? Tok tok tok. Kepalanya menoleh cepat. "Eh, Mas, Nata. Ada yang pengen ketemu," ucap asisten rumah tangganya yang ternyata terkunci di luar.
Pria itu sudah terbiasa berkomunikasi menggunakan kontak mata, wanita di depannya mengangguk pelan seakan-akan baru mendapatkan jawaban. "Tumben ya, Mas. Ada yang nyariin."
Nathala menengok mencari sosok yang mencarinya. "Angin yang nyari saya, Bi?" Keluar sudah sifat aslinya.
"Aduhh, Mas Nata mah bisa aja! Ini lohh ponakan." Di belakang Bi Yasmin, berdirinya gadis kecil ditenggelamkan oleh ukuran jas hujan, saking mungil tubuhnya. Dalam diamnya, menahan kikikan setengah mati.
Tersisa senyuman yang jarang sekali dilihat. Maksudnya, bukan senyum dibuat-buat. Pembawaannya dinginnya hilang, habis jarang sekali dia terlihat senang.
"Anak keduanya Reta, kan?" tanya Bibi basa-basi sehabis menutup pintu.
"Hmm, iya kayaknya. Aku udah jarang ke rumah Teteh." Lanjut menyibukkan diri menyiapkan makanan dan minuman hangat. Jarang yang dimaksud bukan setahun, dua tahun, melainkan bertahun-tahun.
Bi Yasmin menghela napas pelan, tau betul bagaimana kehidupan majikannya. Khususnya setelah Nyonya Lana pergi. Selesai menderetkan kardus minuman anak-anak, cemilan, dan kue-kue kering. Nathala langsung menegur bocah itu seperti menanyakan umur dan nama.
"Estel... umul nyima tahun."
Lucu. Lihatlah binar matanya, menambah besar keinginan punya anak. Ia tarik kata-katanya, berkata ingin childfree sampai melapuk dan jadi debu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...