34 | salah sasaran

43 3 0
                                    

Apa kata ibunya nanti?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa kata ibunya nanti?

Apa kata ayahnya nanti?

Apa kata teman-teman?

Apa kata keluarga ayah... dan keluarga Tante Anna yang biasa merendahkannya? Pelacur, anak haram. Puas sudah Nareina mendengar.

Ia sendiri tak bisa menerjemahkan apa yang terjadi di dalam otaknya akhir-akhir ini. Kepalanya turun menatap perut, sebenarnya belum merasa banyak tanda-tanda kehamilan.

Apakah artinya janinnya masih sangat muda? Ah tetapi melihat testpack sialan itu terus-terusan mengacaukan mood-nya. Sejak pagi ia hanya bisa merengek sendirian di rumah. Ingin sekali rasanya Nareina menelan atau mengunyah sesuatu.

Apa kata Arkan...?

Syukurnya. Arkan datang tepat waktu dan membawanya pergi dari rumah. Yang diisi oleh sebagian besar anak-anak entah dari keluarga mana saja. Mengingatnya saja Nareina merinding.

Awalnya Arkan mengusulkan pergi ke cafe-bar milik Lana dan sialnya... Sampe gue liat muka lo lagi, Nat. Pokoknya gue buat lu berdarah-darah. Ia hentakan alat makannya, matanya sedikit kebanjiran.

"Mau langsung pulang?" tanya Arkan.

"Cium gue dulu." Deg. Anehnya Naren meminta hal semacam itu saat nampaknya jauh dari kata senang. Bisa didengar teman-teman Arkan menahan tawa.

"CIUMAN, CIUMANN!" Antusias dari teman-teman Arkan mendukungnya. Menganggapnya bercanda lelaki itu menggeleng pelan.

"Ayo jalan-jalan." Di luar ekspektasi tapi masih bisa dinikmati. Seperti Arkan lihai membaca pikiran.

Usul keduanya, adalah pergi ke Kota Tua, langsung diiyakan dan di sini lah mereka berada sekarang. Memandang bangunan era kolonial entah mengapa ia merasa dejavu.

Barulah ia sadari sosok yang menemaninya selama seharian terus menatap wajahnya meskipun ia terus berpaling. Dejavu kedua. Kepalanya menggeleng mengusir kilasan lain."Mau sewa sepeda?" Kira-kira sekitar 5 menitan berjalan kaki. Akhirnya menyewa dua buah sepeda.

Jika Braga bisa mengingat pada Nathala, apakah Kota Tua, suatu saat nanti bisa mengingatnya pada Arkan?

Yang ia yakini Arkan tidak pernah marah atau menjauhinya, padahal Nareina baru membeberkan mengenai kehamilannya. Rasa bersalah timbul. "Hati-hati, Nar!" katanya berteriak.

Lewat empat menit kurang lebih mereka bersepeda tanpa mengeluarkan suara. Bosan berdiam Naren melirik Arkan, kala depan orang lain dia selalu tampil ceria, saat sibuk pada dunianya, garis wajah jauh lebih tenang.

"Kan...?"

"Sejak kapan?"

"Hm??"

"Sejak kapan simpen rahasia sendiri?"

Maksudnya.... Kepalanya menurun mengelus perutnya sekilas. "Nggak lama, aku juga baru tau." Entah apa alasannya Nareina merendahkan nada bicaranya. "Aku mulai kena morning sickness juga," terangnya sekali lagi.

Catching FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang