19 | garis interaksi

50 9 26
                                    

Hari tu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari tu. Sebelum Nareina membuka mulut segalanya sirna ketika panggilan jarak dekat oleh wanita asing dan ayahnya memanggil keras, lantaran khawatir.

Entah mengapa semenjak pertanyaan tersebut terus mengisi otaknya. Nareina bahkan kesulitan tidur dan merasa malu bila keluar kamar.

Ia melirik ranjang milik Lily dan Sasha di depannya. Nareina mengambil ranjang dekat jendela, daerah paling terdepan. Tidak ada yang bisa diajak curhat.

Sibuk semua pada urusan masing-masing. Nareina sudah berusaha biasa saja tetapi rasanya susah! Badannya bahkan guling-guling di atas kasur merutuki diri.

Padahal belum pernyataan cinta. Itu masih sebuah pertanyaan semu teruntuknya. Tapi mengapa perutnya serasa tergelitik mana lagi, kehilangan fokus. Maka sebelum dia gila. Nareina harus menghentikan aksi oknum yang berusaha menjatuhkan Mahareza Band. Sehari telah berlalu setiap pagi—katanya makanan akan terus tersedia.

Kebetulan sekali. Bocah yang sering dijadikan pesuruh oleh Naren dan Sasha datang dengan ekspresi datar, Lily sungguh kloningannya. Ia baru menyadari fakta tersebut.

Tidak hanya itu bahkan cara berjalan yang suka meletakkan tangan ke depan dada hingga menciptakan kesan angkuh. Lily heran melihat kakaknya bengong lantas mengibas-ngibas tangannya.

"Haloo, halo woi!"

"Ih, bocah! Apa sih," gerutu Naren mengelus dada.

"Iya iya, si paling orang besar," cibirnya. Mentang-mentang banyak teman seusia, Lily jadi suka diabaikan oleh dua kakak perempuannya, terutama Sasha. Ia sering melihat kakaknya itu adu mulut dengan seorang pemuda kemudian hilang, pergi berduaan.

"Dih, jangan ngambek yaaa? Jangan dongg, soalnya kakak nanti nggak ada temen—"

"Bacot! Giliran ada temennya nggak cari aku tuh," gertak Lily masih marah.

Rasanya Lily ingin mengamuk membanting seluruh benda di sekitarnya. Jelas sifat emosian menurun dari kakaknya, Nareina Megantara.

"Ihh, kan kakak main sama temen bentar doang!" Nareina berteriak membela diri.

"Ya udah sekarang temenin aku keluar!" Tenggorokan Naren tercekat mendengar ancaman tajam adiknya padanya. Gadis kecil itu mana paham kakaknya malu keluar karena takut ketemu, doi.

"Engg-ak—" Lengan Naren ditarik kencang terpaksa keluar kamar oleh Lily. Mana peduli sekeras apa kakaknya menolak, kalau nolak ya ngambek.

Nareina dan Lily telah sampai di lantai dasar. Di mana ruangan tersebut menyatu langsung dengan ruang keluarga serta  kitchen area. Bisa bernapas lega sebab belum ada tanda-tanda perkumpulan anak laki-laki. Lily menatap tajam ketika Naren berhenti malah celingukan tidak penting.

"Kakak!"

"Iyaa, sayang?"

"Cepetan ambil makanan, baru kita pergi jalan-jalan!" Biar masih kecil anak itu selalu memerhatikan detail seperti contohnya saat ini Lily tau Naren belum makan. Pandangannya turun pada si gadis kecil lalu mengelus puncak kepalanya lembut.

Catching FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang