"Nat, tungguin bentar." Nareina pergi menemani Lily membeli tiket wahana anak-anak, yakni komidi putar. Di sinilah Nathala ditinggalkan, mana agak gabut. Ditambah tidak bisa menyesap tembakau, dan arumanisnya pun kelamaan menganggur di genggaman.
Ia sendiri yakin orang-orang mulai menatap aneh ke arah Nathala––berpenampilan super tertutup––nyaris tidak menunjukkan bagian mukanya, lalu memegang makanan anak kecil sendirian.
Badannya mematung sembari mengabsen ke sekeliling memastikan belum ada yang mengenali. Setelah menunggu cukup lama, Nareina datang kembali mengangkat kepalanya, refleks menutup mulut. Mengusap wajahnya makin beresemangat akhirnya punya kesempatan balas dendam.
"Kasihan banget lo sumpah," kikiknya sampai kehilangan suara. Pergerakan cowok itu mirip robot. Alias amat kaku. Puas menertawakan lantas menarik lengannya mendekat. Nathala menunggu gadis itu selesai membeli tiket, ternyata wahana Bianglala.
Keduanya memasuki boks gantung yang sekiranya memiliki kapasitas empat orang. Nareina masuk duluan disusul Nathala, bersyukur belum ada yang mengenali sejauh kaki melangkah.
Hening. Nareina penasaran mengapa si lelaki jadi irit berbicara bahkan hanya diam saat dirinya tertawa dan mengejek. Beberapa saat semuanya tinggal bisu.
Berdiri di puncak ketinggian pertama, Nathala menatap lamat-lamat dengan tatapan luasnya. Tenang, pembawaannya memang begitu. "Takut ada yang ngenalin suara gue," ucap Nata tiba-tiba, menjawab kebingungan Nareina.
Gadis itu terkekeh lembut. "Pantesan diem doang. Kirain emang lagi bisulan."
"Sariawan, bisulan dari mana," ketus Nata. "Habis ini, gue cuma mau makan." Ia masih menegang arumanisnya. Nareina jadi agak iba melihatnya, mau minum, makan aja susah.
"Makan muluu."
"Biar gemoy terus lo makin suka hehe."
"Idih, emang gue suka sama lo?"
Apakah harus Naren membantai Jelita juga? Tetapi rasanya tak mudah berurusan dengan Jelita yang memegang segala informasi lengkap tentangnya. Kepalanya pusing kepikiran.
"Hmm, nanti kita pindah agak jauh aja ya," tawar Naren. Nathala mengangguk cepat menyetujui usulnya. "Terus abis itu...," jedanya lama.
"Hm?"
"Ciuman." Nareina mengeluarkan seringai mengejek apalagi saat melihat reaksi salah tingkah cowok itu dia langsung ngaceng alias, ngakak kenceng.
"Diem lu." Bisa dipastikan dia tidak akan berhenti tersenyum. Begini mati kutunya Nathala jika dihadapan Nareina, lawan seimbangnya.
Entah telah melalui putaran yang keberapa. Lama larut dalam keheningan pemandangan menarik di bawah sana membuat mereka tertarik untuk melihat. Lily melambai tangan ke arah kakaknya.
Nareina melalukan hal yang sama kemudian membentuk jari tangannya saranghae korea. Gadis kecil itu pun ikut melakuan hal yang sama pula menuai senyum bahagia sang kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...