Habis mendapatkan notifikasi chat yang membangkitkan sedikit semangatnya, Naren langsung bergegas ke tempat lokasi. Sejak kemarin sedikit kurang berselera ketika melihat makanan, apalagi jika itu hanya nasi. Nareina sebenarnya ingin makan sesuatu yang asin-asin, atau buah.
Tetapi gadis itu terus mengabaikan protesan perutnya. Tok tok tok. Tiba di depan kamar unit Arkan. Mendapat sambutan hangat dari lelaki jangkung ini, dia tampak ramah dan manis juga ternyata.
Sehari gadis itu menolak bertemu Arkan dibuat cemas, selain malas dan lelah Nareina juga sedikit merasa bersalah padanya."Kamu kelihatan pucet banget." Komentar pertama Arkan setelah beberapa menit hanya mematung.
Nareina mendengus semakin menumpuk kekhawatiran dalam dirinya. "Mau gue pesenin makanan?" tanya Arkan lagi. "Kelihatan nggak fresh. Kamu lagi sakit?"
Ia melepas jaketnya untuk terlihat biasa aja. "Banyak masalah," jawab Naren keceplosan.
Arkan menggeleng pelan, paham Nareina bukan gadis yang mudah terbuka. "Bisa cerita ke gue, i hope it makes so much better." Terkadang Arkan suka mempertanyakan eksistensinya. Sebab jarang sekali ia dijadikan sandaran.
"... Masih lo simpen Arkan? Oh my god." Nareina meraih salah satu benda di depan meja monitor cowok itu. Sebuah boneka domba, membawanya melalui dimensi ruang dan waktu.
Boneka hadiah pemberian Arkan saat pertama kali Nareina tak berhenti menangis saat dititipkan sang ibu di kediamannya. Terus menjadi benda kesayangannya. Arkan sendiri berpikir dirinya sekarang jauh lebih baik, termasuk dari bagaimana cara ia memperlakukan Nareina. Gadis itu pun merasakan hal yang sama, Arkan benar-benar berubah untuknya, namun sekedar berterus-terang saja rasanya sulit. Seperti… ada yang aneh.
"Oo ya. Nggak sengaja liat lo waktu itu, lo minum-minum lagi?'
Pertanyaan yang dilontarkan Arkan seolah-olah menarik perhatiannya penuh. Irama jantungnya sedikit melonjak. "Hum… Iya minum. Soalnya hmm––"
"Mending minum susu." Tak disangka pria itu menyodorkan susu putih ke arahnya. "Lebih enak, daripada kena marah bokap lo."
Nareina berhasil dibuat bungkam saat menerima perlakuan baiknya secara tiba-tiba. Dia selalu begitu. "Lo selalu nemenin gue, Kan. Makasih banyak," ungkapnya sehabis menyesap sekali. "Gue nggak ngerti cara berterima kasih, tapi gue bener-bener nggak tau––nggak ada lo gimana."
Sayang lelaki yang berusaha keras menjadi versi lebih baik harus mendapatkan perempuan sepertinya. Baru sadar belum pernah memberinya hadiah atas usahanya. Kepalanya terangkat lurus. "Santai Nar, kaya sama siapa aja."
Langsung bertemu dengan senyuman canggung yang diciptakan lelaki itu. Tanpa sadar keduanya saling mengamati dari jarak dekat, Arkan berdeham begitu diperhatikan si gadis teliti.
"Nar… lo suka nggak sih sama gue?"
Deg.
Sungguh, Nareina belum mempersiapkan pertanyaan semacam ini. Tentang perasaannya dengan Arkan, sampai sekarang belum terpikirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...