Rayuan semesta bisa lebih menarik dari jeratan pesona manusianya sendiri. Tatkala kembali menjadi diri yang pernah hilang pulang ke jiwa tentram. Sejahat-jahat manusia mereka punya hati nurani. Tertanam di benaknya saat memaafkan seluruh penghuni bumi. Selama masih berdiri tegap itu artinya dunianya belum saatnya runtuh. Bola mata bergulir memandang bangunan lama di depan.
Lupa kapan terakhir memohon diberi kesempatan untuk bisa menggali pundi-pundi rupiah seperti hari pertama. Ia diperbolehkan bekerja seharian, lalu malamnya tinggal menghabiskan waktu di pangkalan ojek.
Ia jelas tidak sedang bekerja seharian terus begitu, seperti dulu melainkan hanya ingin bernostalgia. Kalau diceritakan lagi tak banyak yang berubah. Berjalan-jalan di sisi jalanan sehabis pulang singgah di beberapa angkringan sebelum benar-benar menuju tempat tujuan.
Kehilangan teman-teman adalah bagian tersulit dari segala cobaan dan bodohnya lagi Nathala seolah-olah masabodo pada nasibnya. Kentara perbedaannya hanya saat dia memamerkan wajahnya lalu mendapatkan perhatian.
Seperti misalnya tadi mendapat tumpangan bocah yang mengenalnya dari suara unik. Mereka berbincang sepanjang jalan sama-sama merasa saling mengisi. Lalu pagi ada seorang nenek-nenek memuji ketampanannya hingga meningkatkan kepercayaan diri mengawali aktivitas. Kemudian sore tadi, ada seorang gadis menghampiri meminta lagunya dinyanyikan lain kali.
Nama bandnya dua tahun karam. Ada yang masih mengingat jelas ada juga yang seakan baru terlahir kemarin sore.
Badannya pegal-pegal karena harus melayani foto bareng. Tetapi ada sisi positifnya Nata mulai terbiasa dengan reaksi publik. Sehingga mereka tidak menjadi rivalnya lagi. Justru rival yang sebenarnya ada di dalam raganya, yaitu ya dirinya sendiri. Ia jadi lebih terkesan cuek dan melupakan teman-teman.
Tepat di belakang. Seseorang berdiri lalu menepuk pundak kokohnya agak kencang sang empu lansung menoleh. "Udah malem, mampir dulu mau?" Pak Roland dengan raut wajah khawatir.
Ia melihat lelaki itu menenteng sekresek makanan tak tega menyuruh pulang sebelum beristirahat. Pria paruh baya itu menuntunnya masuk melalui gerbang.
Nathala memaku matanya pada satu titik. Ia tak mengira Kenan ada di sana sedang menatap canggung. Saat ditinggalkan berdua keadaan benar-benar serasa asing sampai harus menyesuaikan diri masing-masing.
Sadar akan kesalahan. Nata memilih buka suara duluan bergeser lebih dekat. Saking banyak ingin dibicarakan bingung harus mulai dari mana. "Gue salah, Ken" Ia menunduk menyuarakan batin ke intinya. Kenan meliriknya ada kilatan keraguan.
"Bagus kalau lo paham," balasnya mengangguk."Tapi lo yakin Nareina biasa aja?" Nathala menggeleng samar. "Gue sering liat Naren jalan sama Arkan gue nggak tau hubungannya mereka gimana, tapi gue pikir bagus kalau kalian nggak bener-bener saling suka, biar Naren tinggal move on." Penjelasan Kenan justru bersarang di kepala.
Benar demikian? "Nggak salah, kan? Lo juga udah lebih deket sama Lana gue lihat-lihat." Benar. Nathala banyak menghabiskan waktu dengan Lana, tak jadi masalah, gadis itu mulai memperbaiki diri semenjak mereka menjalin hubungan pertemanan yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Feeling
Teen FictionSerangkaian kisah tentang Mahareza dan Megantara. Malapetaka berawal dari Naren, seorang mahasiswi sekaligus fotograper amatiran yang disewa oleh seorang wanita, mengambil foto dari selebriti yang namanya sedang hangat-hangatnya diperbincangkan kare...